Waspada AMS dan Hipotermia saat Mendaki Gunung Tinggi
Dua pendaki meninggal di Puncak Jaya akibat AMS dan hipotermia; kenali gejala, pencegahan, dan penanganan kedua kondisi berbahaya ini untuk pendakian aman.

Jakarta, 4 Maret 2024 (ANTARA) - Meninggalnya dua pendaki perempuan di Carstensz Pyramid, Puncak Jaya, Papua Tengah pada Sabtu (1/3) menjadi pengingat penting bagi para pendaki gunung untuk mewaspadai Acute Mountain Sickness (AMS) dan hipotermia. Kedua kondisi ini, jika tidak ditangani dengan tepat, dapat berakibat fatal, terutama di lingkungan ekstrem pegunungan.
Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), dr. Faisal Parlindungan Sp.PD, menekankan bahaya AMS dan hipotermia. "Keduanya bisa berbahaya jika tidak ditangani dengan baik, terutama dalam kondisi ekstrem di gunung," ujarnya saat dihubungi ANTARA pada Senin (3/3).
Meskipun keduanya sama-sama mengancam jiwa, penyebab, gejala, dan penanganan AMS dan hipotermia berbeda. Penting bagi para pendaki untuk memahami perbedaan ini guna mengambil langkah pencegahan dan pertolongan yang tepat.
Memahami Acute Mountain Sickness (AMS)
AMS, atau penyakit ketinggian, terjadi karena tubuh tidak mampu beradaptasi dengan cepat terhadap penurunan kadar oksigen di ketinggian di atas 2.500 meter. Gejala yang muncul antara lain sakit kepala, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, kelelahan, susah tidur, dan pusing. "Tubuh tidak terbiasa dengan kadar oksigen rendah, sehingga muncul gejala seperti sakit kepala dan mual. Kondisi ini disebut juga sebagai altitude sickness," jelas dr. Faisal.
Untuk mencegah AMS, dr. Faisal menyarankan aklimatisasi yang cukup sebelum mendaki, yaitu proses adaptasi tubuh terhadap ketinggian secara bertahap. Selain itu, pastikan asupan cairan tercukupi dan hindari aktivitas fisik berlebihan di awal pendakian.
Jika gejala AMS muncul, segera turun ke ketinggian yang lebih rendah, istirahat, minum banyak air putih, dan hindari alkohol. Pertolongan pertama yang cepat sangat krusial untuk mencegah kondisi memburuk.
Mengenali Hipotermia
Berbeda dengan AMS, hipotermia disebabkan oleh penurunan suhu tubuh akibat paparan suhu dingin dalam waktu lama hingga di bawah 35 derajat Celcius. Gejala hipotermia meliputi menggigil hebat, kulit pucat dan dingin, bicara kacau, kebingungan, penurunan kesadaran, serta denyut jantung dan pernapasan yang melambat.
Pencegahan hipotermia dapat dilakukan dengan menggunakan pakaian hangat berlapis, menghindari kondisi basah atau angin kencang selama pendakian. Memilih waktu pendakian yang tepat juga penting untuk meminimalisir risiko.
Jika terjadi hipotermia, segera pindahkan korban ke tempat yang hangat, berikan pakaian hangat dan selimut, serta berikan minuman hangat dan berkalori tinggi. Penting untuk diingat, hindari pemanasan yang terlalu cepat dan mendadak.
Tips Pendakian Aman
- Lakukan aklimatisasi yang cukup sebelum mendaki.
- Cukupi asupan cairan selama pendakian.
- Naik secara bertahap dan hindari aktivitas fisik berlebihan di awal pendakian.
- Gunakan pakaian hangat berlapis, terutama saat berada di ketinggian.
- Hindari kondisi basah atau angin kencang.
- Kenali gejala AMS dan hipotermia, serta ketahui langkah penanganan yang tepat.
- Selalu siapkan perlengkapan pertolongan pertama.
Kesimpulannya, keselamatan pendakian sangat bergantung pada pemahaman dan persiapan yang matang. Dengan memahami gejala, pencegahan, dan penanganan AMS dan hipotermia, para pendaki dapat meminimalisir risiko dan menikmati perjalanan dengan aman dan nyaman. Selalu utamakan keselamatan dan waspadalah terhadap kondisi cuaca dan kesehatan selama mendaki.