1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. METRO

Pengadilan Negeri Cibinong Perintahkan Eksekusi Tanah Green Citayam City

Penulis : Ronin Alkaf

2 Januari 2020 14:47

Pengadilan Negeri Cibinong meminta pihak-pihak yang sudah menyerobot agar menyerahkan tanah

Planet Merdeka - Terkait kasus penyerobotan tanah PT Tjitajam yang dijadikan Perumahan Green Citayam City di Citayam, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengadilan Negeri Cibinong, Kamis (02/01/2020) langsung menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung tersebut.

Pengadilan Negeri Cibinong meminta pihak-pihak yang sudah menyerobot agar menyerahkan tanah dalam keadaan kosong ke PT Tjitajam.

Keputusan itu ditetapkan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Cibinong pada Jumat 27 Desember 2019.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua PN Cibinong itu tersebut, turut hadir pihak-pihak yang berperkara terutama dari PT Tjitajam, dan PT. Green Construction City sebagai pengembang perumahan, dan pihak-pihak yang mengaku sebagai pemilik dan pengurus PT Tjitajam.

Sesuai keputusan dalam sidang tertutup itu, jika dalam waktu delapan (8) hari perintah pengadilan itu tidak dilaksanakan, maka pengadilan akan mempersiapkan langkah-langkah eksekusi dengan upaya paksa.

“Keputusan aanmaning sudah tegas dan jelas. Pengadilan Negeri Cibinong akan melaksanakan putusan MA. Para penyerobot harus meninggalkan dan mengosongkan tanah sengketa,” kata Reynold Thonak, kuasa hukum PT Tjitajam.

2 dari 3 halaman

Putusan Mahkamah Agung

Putusan Mahkamah Agung RI No : 2682 K/PDT/2019 yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht van gewijsde) diketok pada 4 Oktober 2019 dan diberitahukan kepada pihak-pihak berperkara pada bulan November 2019.

Dikutip dari salinan putusan MA tersebut, ditegaskan bahwa, 'PT Tjitajam yang sah menurut hukum adalah PT Tjitajam dengan Susunan Pengurus Direktur Rotendi dan Komisaris Jahja Komar Hidajat, karena itu berhak atas tanah objek sengketa'.

PT Tjitajam sebagai pihak Penggugat Intervensi dalam kasus ini pun diputuskan sebagai pemilik sah atas tanah berikut bangunan di atasnya yang menjadi objek sengketa, sesuai SHGB No. 3/Citayam, SHGB No. 1798/Ragajaya, SHGB No. 1799/Ragajaya, SHGB No. 1800/Ragajaya, SHGB No. 1801/Ragajaya, SHGB No. 257/Cipayung Jaya, dan SHGB No. 1802/Ragajaya.

Seluruhnya atas nama PT. Tjitajam dengan Pengesahan Akta Pendirian tertanggal 12 Agustus 1996', di mana sebagian tanah menjadi lokasi proyek Perumahan Green Citayam City.

Putusan Mahkamah Agung ini memperkuat putusan sebelumnya yakni Putusan Pengadilan Negeri Cibinong No : 79/Pdt.G/2017/PN.Cbi No : 79/Pdt.Int/2017/PN.Cbi tanggal 7 September 2018, dan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 146/Pdt/2019/PT.Bdg tanggal 16 Mei 2019. Dengan ini MA menolak permohonan kasasi pihak Tergugat Intervensi, yakni PT Tjitajam dengan versi kepengurusan Ponten Cahaya Surbakti, Cipto Sulistio, Tamami Imam Santoso, dan Zaldy Sofyan.

Reynold Thonak menjelaskan, bahwa kasus ini terkait dengan langkah-langkah mengatasnamakan PT Tjitajam dengan berbagai cara.

"Ada pihak yang mengaku-aku sebagai pengurus perseroan dan pemegang saham dengan cara duplikasi dokumen dan penerbitan akta-akta yang tidak sah," jelasnya.

Dia menegaskan, kliennya sudah dinyatakan sebagai PT Tjitajam yang sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada putusannya pada 1999. Namun ternyata upaya penguasaan atas perusahaan masih berlanjut, salah satunya dalam kasus Green Citayam City ini.

Lebih lanjut, Reynold merasa pihaknya dirugikan karena asetnya tiba-tiba menjadi lokasi proyek perumahan dengan modal penggunaan sertifikat pengganti. Padahal lokasi tersebut merupakan salah satu aset yang sedang diletakkan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam Perkara Nomor : 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim.

3 dari 3 halaman

Langkah Hukum Konsumen Green Citayam City

Sejumlah konsumen Perumahan Green Citayam City (GCC) akan menggugat PT Bank Tabungan Negara seiring putusan Mahkamah Agung. Gugatan itu bertujuan untuk membatalkan perjanjian kredit dengan BTN atas pembelian rumah di GCC yang belakangan terbukti tidak sah secara hukum.

“Jadi konsumen terancam rugi berlipat-lipat, mereka mengangsur untuk tanah dan bangunan yang tidak sah,” kata Reynold Thonak.

Dari informasi yang dihimpun pihaknya, sejauh ini sudah ada sekitar 600 orang yang telah meneken akad kredit dengan BTN untuk pembelian rumah di GCC. Dari sejumlah itu, sekitar 300 orang bahkan sudah menempati rumah yang terbangun.

“Ada belasan konsumen yang menghubungi saya untuk rencana menggugat,” katanya.

Reynold menegaskan, pihaknya memang siap membantu konsumen berupa konsultasi hukum ikhwal langkah apa yang bisa dilakukan konsumen untuk memperjuangkan haknya.

“Motivasinya adalah kemanusiaan untuk membantu konsumen, karena kami sama-sama dizalimi,” ujarnya.

Dia menyebutkan, ada dua langkah hukum yang bisa ditempuh konsumen GCC. Konsumen yang mengambil kredit melalui BTN, bisa mengajukan gugatan perdata dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen.

Dalam hal ini BTN digugat sebagai pihak yang memfasilitasi pembiayaan atas kegiatan yang tidak sah.

“Dengan putusan MA itu, perjanjian kredit batal demi hukum,” jelasnya.

Adapun konsumen yang langsung transaksi dengan pengembang bisa melalui mekanisme kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Ini untuk transaksi seperti pembayaran penambahan luas tanah.

PKPU tahap pertama sudah bergulir sejak September 2019 lalu. Sebagian konsumen sudah menerima dananya kembali secara bertahap.

“PKPU berikutnya sudah bisa mulai lagi,” kata Reynold.

Namun ada juga sebagian konsumen yang perlu mengambil dua langkah itu sekaligus. Sebab konsumen tersebut selain perjanjian kredit dengan pihak bank, juga bertransaksi dengan pengembang.
  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : ronin-alkaf

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya