1. MERDEKA.COM
  2. >
  3. PLANET MERDEKA
  4. >
  5. SEJARAH

Fenomena Kasus Enron dalam etika bisnis

Penulis : Felixo Yofanda Widya

4 Juni 2022 21:54

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak terjadi peristiwa yang memilukan, yang seringkali disebabkan oleh kelalaian di segala bidang kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Salah satunya adalah kegiatan bisnis. Tidak mungkin memenuhi kebutuhan masyarakat internasional tanpa kegiatan komersial. Dunia telah menyaksikan cukup banyak tragedi kehancuran bisnis yang berdampak besar pada kehidupan sosial yang lebih luas, terutama karena pengabaian etika dalam setiap aktivitas bisnis. Secara sederhana, pengabaian etika adalah perilaku yang dianggap benar oleh pengambil keputusan, tetapi memiliki dampak yang merugikan atau dianggap salah oleh pihak lain.

 
 
Masalah ketidakpatuhan dalam dunia bisnis sering dilakukan oleh salah satu pemain penting dalam dunia bisnis yaitu akuntan publik, dan penyimpangan semacam ini terjadi di berbagai negara. Amerika, yang selalu dianggap sebagai negara adidaya dan kiblat ilmu pengetahuan, termasuk akuntansi, harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi tampaknya telah mengikis kepercayaan komunitas bisnis dunia terhadap praktik tata kelola perusahaan yang baik di Amerika Serikat. Penipuan dilakukan oleh banyak perusahaan, termasuk Enron, yang dirusak oleh beberapa skandal bisnis.
 
 
PEMBAHASAN
 
 
Enron merupakan perusahaan gabungan dari InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis utama dari Enron yaitu industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan. Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia.
 
 
Dalam kasus ini dapat diketahui bahwa terjadi perilaku moral hazard yaitu manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan yang cukup tinggi akan tetapi perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan ini disebabkan keinginan perusahaan supaya saham tetap diminati investor, kasus ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
 
 
Ada beberapa indikator utama atas kronologis kasus Enron diatas akan diuraikan sebagai berikut :
 
 
Special Purpose Vehicle (SPV/SPE) & Laporan Konsolidasi
 
 
Suatu perusahaan harus menentukan apakah mengerjakan suatu pekerjaan sendiri atau menyewa pihak lain (outsourcing). Asset yang digunakan dengan cara menyewa tidak perlu dimasukkan ke dalam neraca. Akibatnya, hal ini sering disebut off-balance-sheet financing atau pendanaan diluar neraca. Contoh transaksi yang paling umum digunakan adalah sewa guna usaha.
 
 
Perusahaan dapat mendirikan perusahaan kecil yang terpisah, yang bertugas melayani kebutuhan outsourcing ini. Perusahaan kecil ini yang disebut sebagai SPE. Untuk keperluan akuntansi, SPE dapat merupakan perusahaan yang terpisah dan independen, sehingga tidak perlu dikonsolidasi dengan perusahaan induknya. Berkaitan dengan Enron, beberapa SPE yang dibentuknya tidak independen, karena dimiliki dan dikelola oleh CFO Enron. Selain itu, ada beberapa transaksi yang tidak mungkin dilakukan antara Enron dengan pihak independen, seperti menjual dan membeli aktiva saat melaporkan posisi keuangan.
 
 
Conflict of Interest
 
 
KAP Arthur Andersen telah mengaudit Enron sejak 1985 dan selalu memberikan opini wajar tanpa syarat sampai tahun 2000. Arthur Andersen juga memberikan jasa konsultasi mengenai pembentukan SPE-SPE tersebut diatas. Dengan berperan sebagai auditor merangkap konsultan management, Andersen menerima fee dobel, yaitu dari konsultasi menerima US$ 27 juta dan dari jasa audit mendapat US$ 25 juta.
 
 
Ethical Issue
 
 
KAP Arthur Andersen memiliki kebijakan pemusnahan dokumen yang tidak menjadi bagian dari kertas kerja audit formal. Selain itu, jika Arthur Andersen sedang memenuhi panggilan pengadilan berkaitan dengan perjanjian audit tertentu, tidak boleh ada dokumen yang dimusnahkan. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur.
 
 
Dari kasus Enron terlihat pelanggaran terhadap 5 Prinsip Etika Profesi, yaitu :
 
 
Adanya pelanggaran prinsip tanggung jawab. Dimana pihak Arthue Andersen sebagai kantor akuntan public tidak dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap jasa profesional seorang akuntan dikarenakan mudah tergiur oleh bayaran yang besar dari Enron untuk bersikap menilai secara baik perusahaan Enron yang ternyata dalam kondisi buruk.
 
 
Adanya pelanggaran pada prinsip kepentingan public. Yaitu perusahaaan kurang memegang teguh kepercayaan masyarakat, perusahaan hanya sematamata bertanggungjawab pada kepentingan klien dan tidak menitikberatkan pada kepentingan public.
 
 
Adanya pelanggaran pada prinsip Obyektivitas. Dimana seharusnya setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Namun dalam kasus ini terlihat bahwa beberapa elemen perusahaan memiliki doublejob di perusahaan Enron dan di kantor akuntan public Arthur sehingga banyak terjadi konflik kepentingan.
 
 
Adanya pelanggaran pada prinsip Integirtas. Pada Prinsip Integritas mengharuskan anggotanya untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasisa penerima jasa. Dalam kasus ini Enron melakukan Dressing dimana Enron menerbitkan laporan keuangan yang bukan hasil actual yang terjadi namun laporan keuangan dibuat dan menunjukkan laba yang besar agar terlihat bagus oleh klien dan pasar.
 
 
Adanya pelanggaran prinsip professional. Yaitu pihak perusahaan yang seharusnya berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat menjatuhkan perusahaan. Namun dalam kasus ini bahkan CEO dan CFO perusahaan membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu terjadi yang didalamnya jelas melanggar etika dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading)
 
 
KESIMPULAN
 
 
Dengan melihat kasus tersebut dapat kami simpulkan bahwa Enron dan KAP Arthur Andersen telah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Pelanggaran tersebut pada awalnya akan mendatangkan keuntungan bagi, tetapi pada akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkan menghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Dalam kasus ini, KAP yang seharusnya bisa bersikap independen tidak dilakukan oleh KAP Arthur Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai kehancuran dimana Enron bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar sedangakn KAP Arthur Andersen sendiri kehilangan keindependensiannya dan kepercayaan dari masyarakat terhadap KAP tersebut, juga berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP Arthur Andersen dimana mereka menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan akibat kasus ini. Dalam kasus ini juga diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor. Ini merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran etika profesi Auditor yang terjadi di Amerika Serikat, sebuah negara yang memiliki perangkat Undang-undang bisnis dan pasar modal yang lebih lengkap. Hal ini terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap pihak lain, dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan laporan keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Hal ini buah dari sebuah ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang berakibat hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.
 
 
 
 
 
 
 

  • Merdeka.com tidak bertanggung jawab atas hak cipta dan isi artikel ini, dan tidak memiliki afiliasi dengan penulis
  • Untuk menghubungi penulis, kunjungi situs berikut : felixo-yofanda-widya

KOMENTAR ANDA

Merdeka.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etislah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Artikel Lainnya