247 Warga Lebak Jadi Korban Gigitan Ular Berbisa, Satu Meninggal!
Dinas Kesehatan Lebak mencatat 247 kasus gigitan ular berbisa hingga awal Mei 2025, dengan satu korban meninggal; kekurangan serum antibisa ular jadi masalah utama.
Lebak, 15 Mei 2025 - Sebuah laporan mengejutkan datang dari Kabupaten Lebak, Banten. Dinas Kesehatan setempat mencatat angka mengkhawatirkan: sebanyak 247 warga menjadi korban gigitan ular berbisa sejak Januari hingga awal Mei 2025. Satu dari korban meninggal dunia di RSUD Banten. Kejadian ini menyoroti permasalahan serius terkait akses kesehatan dan ketersediaan fasilitas penanggulangan gigitan ular di wilayah tersebut.
Pelaksana Harian (Plh) Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, Endang Komarudin, menjelaskan tingginya angka kasus ini berkaitan erat dengan mata pencaharian masyarakat. Sebagian besar penduduk Lebak bekerja di sektor pertanian, yang mengharuskan mereka berinteraksi langsung dengan lingkungan alami, meningkatkan risiko gigitan ular. "Kasus gigitan ular berbisa di daerah ini cukup tinggi, karena kebanyakan mata pencaharian masyarakat di pedesaan pertanian kebun ladang, sehingga rawan menjadi korban gigitan binatang melata itu," ungkap Endang Komarudin.
Jenis ular yang paling sering ditemukan adalah ular tanah (Ankistrodon rhodostoma). Ular ini banyak ditemukan di semak-semak, belukar, rerumputan, tumpukan kayu, dan di bawah dedaunan di tempat yang lembap dan dingin. Kondisi musim hujan diperkirakan memperparah situasi, karena banyak warga yang membuka lahan di hutan dan ular mencari perlindungan di tempat-tempat yang terkena sinar matahari, bahkan hingga ke halaman rumah warga.
Kekurangan Serum Antibisa Ular (ABU) Menjadi Masalah
Endang Komarudin menambahkan, permasalahan semakin kompleks karena persediaan serum antibisa ular (ABU) di 43 puskesmas di Kabupaten Lebak kosong. Pemerintah daerah telah mengajukan permintaan 1.000 vial serum ABU kepada PT Bio Farma Bandung. "Selama ini, persediaan serum anti bisa ular (ABU) di 43 puskesmas mengalami kekosongan. Karena itu, pemerintah daerah mengajukan permintaan 1.000 vial serum ABU ke PT Bio Farma Bandung," jelasnya. Saat ini, ketersediaan ABU hanya tersedia di RSUD Adjidarmo Rangkasbitung.
Penanganan kasus gigitan ular di fasilitas kesehatan dimulai dengan observasi untuk menentukan tingkat keparahan. Jika diperlukan, pasien akan dirujuk ke RSUD Adjidarmo Rangkasbitung atau RSUD Banten untuk mendapatkan pengobatan dengan ABU. "Kami minta warga bila korban gigitan ular berbisa agar dilarikan ke fasilitas kesehatan," imbau Endang Komarudin.
Situasi ini diperparah dengan laporan dari Ketua Sahabat Relawan Indonesia (SRI), Muhammad Arif Kirdiat. Dari Januari hingga Mei 2025, SRI telah menangani 28 kasus gigitan ular di wilayah Badui, dengan dua korban meninggal dunia. Arif Kirdiat menekankan pentingnya penanganan medis segera dan menolak metode tradisional yang tidak terbukti efektif.
Upaya Pengadaan Serum Antibisa Ular dari Luar Negeri
Menyikapi krisis ABU, Arif Kirdiat bahkan berencana mendatangkan serum dari Thailand, produsen terbesar ABU di dunia. Hal ini dilakukan karena ketersediaan ABU dari PT Bio Farma dinilai masih terbatas. "Kami juga akan mendatangkan serum ABU dari Thailand, karena di sana adalah produsen terbesar di dunia. Sebab, ketersediaan ABU yang diproduksi PT Bio Farma Bandung relatif terbatas dan dinilai belum mencukupi kebutuhan di lapangan," kata Arif Kirdiat.
Kepala Desa Kanekes, Djaro Oom, juga turut menyuarakan keprihatinannya dan berharap Gubernur Banten, Andra Soni, dapat segera memenuhi kebutuhan serum ABU untuk masyarakat Badui. "Kami berharap serum ABU dipenuhi di puskesmas setempat," harap Djaro Oom. Ia menjelaskan kondisi geografis dan pola hidup masyarakat Badui yang berinteraksi langsung dengan hutan meningkatkan risiko gigitan ular berbisa, sehingga akses layanan kesehatan, termasuk ketersediaan ABU, sangat krusial.
Kasus ini menyoroti pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya gigitan ular berbisa, penyediaan alat pelindung diri bagi pekerja di sektor pertanian, dan terutama, memastikan ketersediaan serum ABU yang memadai di seluruh fasilitas kesehatan di Kabupaten Lebak. Perlu adanya kerjasama yang lebih erat antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan pihak terkait lainnya untuk mengatasi masalah ini.