250 Operator Sekolah di HST Terancam PHK, Pemkab Cari Solusi
Pemkab Hulu Sungai Tengah (HST) berupaya mencari solusi untuk mencegah PHK massal terhadap 250 operator sekolah menyusul aturan baru UU ASN yang melarang pembayaran gaji honorer lewat APBD.
Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, tengah berupaya keras mencari solusi untuk menyelamatkan 250 tenaga administrasi operator sekolah dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Ancaman PHK ini muncul setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN yang melarang pemerintah daerah merekrut tenaga honorer dan membayarkan gaji mereka melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sekretaris Daerah (Sekda) HST, Muhammad Yani, mengungkapkan keprihatinan atas nasib para operator sekolah tersebut. "Ada sekitar 250 pegawai yang saat ini bekerja di sekolah dasar dan menengah pertama yang terancam," ujar Yani di Barabai, Rabu (19/2). Para operator sekolah ini dinilai masih sangat dibutuhkan dalam operasional sekolah, sehingga Pemkab HST berupaya mencari jalan keluar agar mereka tetap dapat bekerja.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemkab HST untuk mengatasi permasalahan ini. Langkah-langkah yang diambil meliputi konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kemungkinan pengecualian pembayaran honorer, serta mendorong para tenaga kependidikan untuk memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan NPWP guna mempersiapkan kemungkinan skema outsourcing sesuai regulasi pemerintah pusat.
Solusi Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Pemkab HST telah merumuskan beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu solusi yang dipertimbangkan adalah pembiayaan gaji operator sekolah melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, solusi ini memiliki kendala, yaitu penghasilan operator sekolah akan berkurang dibandingkan dengan gaji yang diterima sebelumnya melalui program di Dinas Pendidikan.
Solusi lain yang diusulkan adalah mengembalikan tanggung jawab pembiayaan gaji operator sekolah kepada masing-masing sekolah. Hal ini dilakukan dengan catatan bahwa sekolah tersebut masih membutuhkan tenaga operator. Artinya, sekolah yang masih membutuhkan tenaga operator akan menanggung biaya gaji mereka sendiri.
Sekretaris Dinas Pendidikan HST, Misran, menambahkan bahwa solusi ini masih dalam tahap pertimbangan dan pembahasan. Pihaknya terus berupaya mencari solusi terbaik yang sesuai dengan regulasi yang berlaku dan tidak merugikan para operator sekolah.
Sebelumnya, pada April 2024, sebanyak 240 pendidik dan tenaga kependidikan (operator sekolah) di lingkungan Dinas Pendidikan HST telah menerima Surat Keputusan (SK) kontrak daerah dari Bupati HST. Mereka digaji sebesar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan berdasarkan kontrak tersebut.
Dampak UU ASN terhadap Tenaga Honorer
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN telah menimbulkan tantangan bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan tenaga honorer. Aturan yang melarang pemda merekrut tenaga honorer dan membayarkan gaji mereka melalui APBD berdampak signifikan terhadap berbagai sektor, termasuk sektor pendidikan.
Kasus di HST ini menjadi contoh nyata dampak dari aturan tersebut. Pemerintah daerah dihadapkan pada dilema antara memenuhi kebutuhan tenaga operator sekolah dan menaati regulasi yang berlaku. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi kreatif dan inovatif untuk mengatasi permasalahan ini tanpa mengorbankan kualitas layanan pendidikan.
Pemkab HST berkomitmen untuk terus berupaya mencari solusi terbaik bagi para operator sekolah. Mereka berharap dapat menemukan jalan keluar yang memungkinkan para operator sekolah tetap dapat bekerja dan berkontribusi dalam dunia pendidikan di HST.
Langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan Pemkab HST menunjukkan komitmen mereka untuk melindungi hak-hak para operator sekolah dan memastikan kelancaran operasional sekolah di wilayah tersebut. Permasalahan ini juga menjadi sorotan penting bagi pemerintah daerah lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa.