Akhir Drama Hukum Hasto Kristiyanto: DPR Setujui Amnesti Bersama 1.116 Narapidana
DPR RI resmi menyetujui pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, yang terjerat kasus suap Harun Masiku. Keputusan ini memicu pertanyaan publik.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) secara resmi menyetujui pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan. Keputusan krusial ini diambil setelah dilakukannya rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR. Hasto sebelumnya terjerat dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR, Harun Masiku.
Persetujuan amnesti ini diumumkan langsung oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada Kamis malam. Pengesahan tersebut merujuk pada Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 yang diterbitkan pada tanggal 30 Juli 2025. Menariknya, amnesti ini tidak hanya berlaku untuk Hasto Kristiyanto, melainkan juga mencakup 1.116 narapidana lainnya yang memenuhi syarat.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa usulan pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto berasal dari inisiatifnya sendiri kepada Presiden Prabowo. Proses verifikasi yang ketat telah dilakukan untuk memastikan kelayakan setiap penerima amnesti. Awalnya, pemerintah menargetkan jumlah penerima amnesti yang jauh lebih besar, yakni sekitar 44.000 narapidana.
Proses Persetujuan dan Peran Kementerian Hukum
Rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR RI menjadi arena penting dalam pengambilan keputusan ini. Seluruh pimpinan dan fraksi-fraksi DPR turut serta dalam pembahasan mendalam. Pertimbangan yang matang diberikan sebelum persetujuan akhir atas surat presiden tersebut.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan perannya sentral dalam pengajuan amnesti ini. Beliau secara langsung menandatangani surat permohonan kepada Presiden Prabowo. Hal ini menggarisbawahi inisiatif dan peran aktif pihak eksekutif dalam proses pemberian amnesti ini.
Pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto merupakan bagian dari gelombang amnesti yang lebih luas. Ia termasuk dalam daftar 1.116 narapidana yang berhasil lolos verifikasi ketat pemerintah. Proses seleksi ini memastikan bahwa hanya mereka yang memenuhi kriteria yang ditetapkan yang menerima pengampunan.
Kementerian Hukum pada awalnya memiliki target yang ambisius terkait jumlah amnesti. Dari total 44.000 narapidana yang dipertimbangkan, hanya sebagian kecil yang akhirnya memenuhi syarat. Ini menunjukkan adanya proses penyaringan yang cermat dan selektif dalam menentukan penerima amnesti.
Latar Belakang Kasus Hasto Kristiyanto
Sebelum menerima amnesti, Hasto Kristiyanto telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan. Kasusnya berpusat pada dugaan keterlibatan dalam suap terkait pengganti antarwaktu Harun Masiku.
Selain hukuman penjara, Hasto juga diwajibkan membayar pidana denda sebesar Rp250 juta. Apabila denda tersebut tidak dapat dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan tambahan selama tiga bulan. Vonis ini mencerminkan seriusnya pelanggaran hukum yang dilakukan.
Majelis hakim secara jelas menyatakan bahwa Hasto terbukti menyediakan dana suap senilai Rp400 juta. Dana tersebut ditujukan kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan. Tujuannya adalah untuk memuluskan jalan Harun Masiku sebagai calon legislatif pengganti antarwaktu dari PDI Perjuangan.
Meskipun terbukti terlibat dalam praktik suap, majelis hakim memutuskan bahwa Hasto tidak terbukti merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perintangan penyidikan tidak dapat dibuktikan di persidangan. Putusan ini memberikan batasan yang jelas mengenai lingkup kesalahan Hasto.