Anggota DPR Bahas Isu dan Perkembangan Terbaru RUU KUHAP
Anggota Komisi III DPR RI, Mangihut Sinaga, membahas isu dan perkembangan RUU Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) terbaru dengan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, menekankan perbedaan mendasar antara KUHAP lama dan yang baru.
Medan, 15 April 2024 (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI, Mangihut Sinaga, melakukan kunjungan kerja ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) pada Senin lalu. Kunjungan tersebut bertujuan spesifik untuk berdiskusi dan mendapatkan masukan terkait revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) yang tengah dibahas. Beliau bertemu dengan Kepala Kejati Sumut, Idianto, dan jajarannya untuk membahas isu-isu krusial dan perkembangan terkini dari RUU KUHAP.
Dalam kunjungan tersebut, Mangihut Sinaga menekankan perbedaan mendasar antara KUHAP lama dan RUU KUHAP yang baru. Perbedaan ini mencakup beberapa poin penting yang akan berdampak signifikan pada sistem peradilan pidana di Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan keadilan dalam proses penegakan hukum.
Pertemuan ini menjadi langkah penting dalam proses penyempurnaan RUU KUHAP. Masukan dari berbagai pihak, termasuk Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, sangat krusial untuk memastikan RUU ini mengakomodasi kebutuhan dan tantangan hukum di Indonesia saat ini. Dengan adanya diskusi ini, diharapkan RUU KUHAP yang baru dapat memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi masyarakat.
Perbedaan KUHAP Lama dan Baru
Salah satu poin penting yang dibahas adalah perbedaan jumlah pasal dan bab antara KUHAP lama dan RUU KUHAP yang baru. KUHAP lama terdiri dari 286 pasal dalam 22 bab, sedangkan RUU KUHAP yang baru memiliki 334 pasal yang terbagi dalam 20 bab. Perubahan ini menunjukkan adanya penambahan dan penyempurnaan substansi hukum dalam RUU KUHAP.
Perubahan substansial lainnya terdapat pada ketentuan mengenai putusan pemaafan hakim, keadilan restoratif, perluasan barang bukti (termasuk barang bukti elektronik), dan penyadapan yang diatur dalam berita acara. Hal ini menunjukkan upaya untuk mengakomodasi perkembangan teknologi dan kebutuhan penegakan hukum yang lebih modern dan efektif. "Antara lain mengenai putusan pemaafan hakim, keadilan restoratif, perluasan barang bukti (barang bukti elektronik), dan penyadapan dalam berita acara," jelas Mangihut Sinaga.
Lebih lanjut, Mangihut Sinaga juga menyinggung kewenangan Kejaksaan dalam menerapkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15/2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Dalam hal ini, Kejaksaan diharapkan dapat mengedepankan perdamaian antara korban dan tersangka untuk mengembalikan keadaan seperti semula. "Kejaksaan dalam hal ini harus benar-benar mengembalikan keadaan ke semua dengan mengedepankan adanya perdamaian antara korban dan tersangka," tegas Mangihut.
Masukan dari Kejati Sumut
Kepala Kejati Sumut, Idianto, menyambut baik kunjungan dan diskusi tersebut. Beliau menyatakan bahwa diskusi ini akan sangat membantu para jaksa dalam memahami perubahan-perubahan yang terdapat dalam RUU KUHAP. Idianto juga menjelaskan bahwa seluruh Kejaksaan Negeri (Kejari) di wilayah hukum Kejati Sumut telah memberikan masukan dan pendapatnya terkait RUU KUHAP.
Masukan tersebut mencakup berbagai aspek, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga restorative justice dan isu-isu lain yang berkembang. Hal ini menunjukkan komitmen Kejati Sumut untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyempurnaan RUU KUHAP. Dengan adanya masukan yang komprehensif ini, diharapkan RUU KUHAP yang baru dapat mengakomodasi berbagai perspektif dan kebutuhan di lapangan.
Idianto menambahkan bahwa diskusi ini penting untuk memastikan implementasi RUU KUHAP yang baru dapat berjalan dengan efektif dan berkeadilan. Proses penyusunan RUU KUHAP ini melibatkan berbagai pihak, dan masukan dari para praktisi hukum di lapangan sangatlah penting untuk memastikan RUU ini dapat diimplementasikan dengan baik.
Secara keseluruhan, pertemuan antara Anggota DPR RI Mangihut Sinaga dan Kejati Sumut ini menandai langkah penting dalam penyempurnaan RUU KUHAP. Diskusi yang konstruktif dan masukan yang komprehensif diharapkan dapat menghasilkan RUU KUHAP yang lebih baik dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.