BCA Awasi Tarif Trump, Kredit Tetap Aman
BCA mencermati perkembangan tarif resiprokal AS dan belum mengambil sikap, optimistis negosiasi pemerintah akan berhasil menurunkan tarif dan menjaga kualitas kredit.
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menyatakan bahwa BCA belum mengambil sikap terkait tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS) dan masih mencermati perkembangan negosiasi pemerintah. Pengumuman tarif impor sebesar 32 persen dari Presiden AS Donald Trump telah membuat BCA menginventarisasi sektor-sektor bisnis yang berpotensi terdampak, seperti industri furnitur, komoditas ekspor (udang, ikan), dan produk fesyen.
Keputusan untuk menunggu perkembangan negosiasi pemerintah didasari oleh keyakinan bahwa jika strategi pemerintah berjalan sesuai rencana, tekanan terhadap industri yang terdampak tidak akan signifikan. "Kami tidak mau tergesa-gesa. Kami akan mengamati sambil melihat perkembangan suasana," ujar Jahja dalam konferensi pers virtual, Rabu (23/4).
Hal ini juga memastikan kualitas kredit BCA tetap terjaga. Dengan adanya jeda waktu 90 hari untuk negosiasi, yang diumumkan oleh Trump, BCA memilih untuk mengamati situasi sebelum mengambil tindakan lebih lanjut. Pendekatan negosiasi yang dipilih pemerintah Indonesia, seperti yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto, juga menjadi pertimbangan penting bagi BCA.
Negosiasi Pemerintah dan Sikap BCA
Perkembangan positif terlihat dari kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) untuk segera membahas negosiasi tarif secara intensif. Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan tingkat menteri di Washington, D.C., dan menargetkan penyelesaian kerangka kerja sama dalam 60 hari ke depan. Hal ini memberikan optimisme bagi BCA.
Jahja Setiaatmadja optimistis bahwa tarif resiprokal AS ke Indonesia dapat diturunkan secara signifikan atau bahkan ditiadakan jika pemerintah berhasil menjelaskan strategi dengan baik dan diterima pemerintah AS. Oleh karena itu, BCA memilih untuk tidak terburu-buru memangkas penyaluran kredit ke sektor-sektor yang berpotensi terdampak, mengingat situasi yang masih belum pasti.
Meskipun demikian, Jahja memastikan posisi risiko kredit BCA tetap aman. Rasio kredit macet (NPL) berada pada angka 2 persen, jauh di bawah rata-rata industri. Rasio pencadangan NPL juga berada pada level 180,5 persen, sementara rasio loan at risk (LAR) berada di level 6 persen dengan rasio pencadangan 66,5 persen.
Analisis Dampak dan Strategi Ke depan
BCA telah mengidentifikasi sektor-sektor yang berpotensi paling terdampak oleh tarif baru tersebut. Sektor-sektor ini meliputi industri furnitur, komoditas ekspor seperti udang dan ikan, serta industri pakaian jadi, sepatu, dan produk fesyen. Namun, hingga saat ini, BCA masih menunggu hasil dari negosiasi yang dilakukan pemerintah sebelum mengambil langkah-langkah strategis lebih lanjut.
Strategi menunggu dan mengamati ini menunjukkan pendekatan yang hati-hati dan terukur dari BCA dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Dengan rasio kredit macet dan rasio pencadangan yang rendah, BCA memiliki posisi keuangan yang kuat untuk menghadapi berbagai skenario yang mungkin terjadi.
Keberhasilan negosiasi pemerintah akan sangat menentukan dampak jangka panjang dari tarif resiprokal AS terhadap sektor-sektor ekonomi Indonesia dan, pada gilirannya, terhadap kinerja BCA. Oleh karena itu, BCA akan terus memantau perkembangan situasi dan siap mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan terkini.
Sikap menunggu dan mengamati yang diambil BCA menunjukkan komitmen perseroan untuk bertindak secara bijaksana dan bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Prioritas utama BCA tetap pada menjaga kualitas kredit dan stabilitas keuangan perusahaan.