Bukan Mineral Mentah! Pemerintah Tegaskan RI Hanya Ekspor Komoditas Hasil Industri ke AS
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat hanya mencakup ekspor komoditas hasil industri, bukan mineral mentah. Simak klarifikasi selengkapnya!
Pemerintah Indonesia melalui Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, memberikan klarifikasi penting. Ia menegaskan bahwa kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) tidak melibatkan ekspor bahan mentah.
Pernyataan ini disampaikan di Jakarta pada Selasa, dalam acara Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2025. Tujuannya adalah meluruskan berbagai persepsi publik terkait isu ekspor mineral mentah atau ores yang sempat beredar.
Susiwijono secara tegas menyebut bahwa Indonesia hanya akan mengekspor komoditas hasil industri ke AS. Ini menepis kekhawatiran mengenai dibukanya kembali keran ekspor mineral mentah yang telah dilarang.
Klarifikasi Ekspor Komoditas Hasil Industri
Susiwijono Moegiarso menjelaskan bahwa dalam Joint Statement on Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade, disebutkan penghapusan pembatasan ekspor untuk komoditas hasil industri. Ini termasuk mineral kritis yang telah diolah atau diproses.
Ia menekankan pentingnya membaca bunyi pernyataan tersebut secara cermat. Dokumen itu secara eksplisit menyebutkan frasa “industrial commodities,” bukan “ores” atau bahan mentah yang belum diolah.
Pemerintah tidak memiliki rencana untuk membuka kembali keran ekspor bahan mentah mineral. Larangan ekspor ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong hilirisasi dan peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Dengan demikian, kekayaan alam Indonesia dapat memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian nasional.
Menepis Isu Ketahanan Pangan Nasional
Selain isu mineral, Susiwijono juga merespons kekhawatiran publik terkait potensi gangguan terhadap ketahanan pangan nasional. Ia menegaskan bahwa komoditas pertanian yang dibahas dalam perjanjian tersebut bukanlah hal baru.
Produk-produk tersebut adalah yang selama ini memang sudah diimpor dari AS, seperti kedelai, gandum, jagung, dan kapas. Contohnya, Indonesia mengimpor lebih dari 3 juta ton kedelai setiap tahunnya.
Impor dari AS ini tetap akan mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri dan kelayakan bisnis. Pergeseran sumber impor diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas harga pangan, khususnya untuk komoditas penyumbang inflasi pangan (volatile food).
Pemerintah dalam kesepakatan ini hanya memfasilitasi para pelaku usaha untuk menjalin kemitraan dagang. Ini sesuai dengan kebutuhan sektor masing-masing, bukan berarti pemerintah mengeluarkan dana besar untuk membeli produk tambahan dari AS.
Komitmen ekspor serta pembelian produk asal AS tersebut merupakan bagian dari kesepakatan tarif AS sebesar 19 persen. Ini adalah upaya untuk menciptakan iklim perdagangan yang lebih seimbang dan saling menguntungkan antara kedua negara.