China Tolak Negosiasi Tarif dengan AS, Tegaskan Perlindungan Hak dan Kepentingan
Menanggapi kebijakan tarif baru AS, China menolak negosiasi dan menegaskan akan melindungi hak serta kepentingannya, serta mengkritik langkah AS yang dianggap unilateral dan proteksionis.
Beijing, 8 April 2024 - Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas. Kementerian Luar Negeri China dengan tegas menolak kemungkinan negosiasi tarif dengan AS menyusul pengumuman Presiden Donald Trump tentang penerapan tarif universal dan timbal balik terhadap berbagai negara, termasuk China. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyatakan bahwa menekan atau mengancam China bukanlah cara yang tepat untuk berinteraksi. China, tegas Lin Jian, akan melindungi hak dan kepentingannya yang sah.
Pengumuman Trump pada 2 April 2024 tentang tarif universal 10 persen untuk barang impor dan tarif timbal balik yang lebih tinggi (11-50 persen) untuk negara-negara dengan defisit perdagangan terbesar dengan AS, termasuk tarif timbal balik 34 persen terhadap produk China, telah memicu reaksi keras dari Beijing. Lebih dari 50 negara, menurut Menteri Keuangan AS Scott Bessent, telah memulai negosiasi dengan AS terkait tarif baru ini, sementara negara-negara seperti Argentina, Vietnam, dan Israel telah menyatakan kesediaan untuk mengurangi hambatan tarif mereka terhadap AS, menurut Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer. Namun, China tetap bergeming.
Sikap tegas China ini didasari oleh penilaian bahwa kebijakan tarif AS merupakan tindakan unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi yang melanggar aturan WTO, merusak sistem perdagangan multilateral, dan mengganggu stabilitas ekonomi global. Lin Jian menekankan bahwa kenaikan tarif AS secara serius merugikan negara-negara, terutama negara-negara berkembang, dan memperlebar kesenjangan kekayaan antarnegara. China menilai tindakan AS ini sebagai langkah hegemonik yang mengutamakan kepentingan egois AS di atas aturan internasional.
Penolakan Keras China terhadap Kebijakan Tarif AS
China secara tegas menolak kebijakan tarif AS yang dianggap sebagai pelanggaran prinsip nondiskriminasi WTO. Langkah ini, menurut Lin Jian, sangat mengganggu tatanan perdagangan internasional, keamanan, dan stabilitas rantai pasokan global. Lebih lanjut, kebijakan ini dinilai menghambat pemulihan ekonomi global dan akan ditolak oleh masyarakat internasional. China menyerukan kepada negara-negara untuk bersama-sama menentang unilateralisme dan proteksionisme, serta menegakkan sistem perdagangan multilateral.
Lin Jian juga menekankan bahwa AS perlu menciptakan lingkungan bisnis yang terbuka, adil, jujur, dan tidak diskriminatif bagi perusahaan-perusahaan China. Ia menegaskan bahwa pembangunan adalah hak universal semua negara, bukan hak istimewa eksklusif beberapa negara. Pernyataan ini menunjukkan penolakan China terhadap apa yang dianggap sebagai dominasi ekonomi AS.
Sebagai balasan atas kebijakan tarif AS, China telah mengambil sejumlah langkah kontra. Komite Tarif Dewan Negara China telah mengumumkan pengenaan tarif tambahan 34 persen atas barang-barang asal AS, mulai berlaku pada 10 April 2024. Selain itu, Kementerian Perdagangan China menambahkan 11 perusahaan AS ke dalam daftar 'entitas yang tidak dapat diandalkan', memberlakukan pembatasan ekspor tujuh unsur tanah jarang, menambahkan 27 perusahaan ke dalam daftar perusahaan yang menghadapi pembatasan perdagangan, dan meluncurkan penyelidikan antimonopoli terhadap anak perusahaan AS. Bea Cukai China juga menghentikan impor ayam dari lima eksportir AS dan impor sorgum.
Dampak Kebijakan Tarif terhadap Ekonomi Global
Kebijakan tarif AS telah menimbulkan dampak signifikan terhadap pasar saham AS, menyebabkan penurunan nilai hampir 6 triliun dolar AS pada pekan lalu. China, sebagai eksportir terbesar kedua ke AS dan pasar ekspor terbesar ketiga AS, akan merasakan dampak yang besar dari kebijakan ini. Ekspor China ke AS mencapai 426,9 miliar dolar AS, meliputi berbagai produk seperti ponsel pintar, furnitur, dan mainan, sementara impor dari AS mencapai 147,8 miliar dolar AS, termasuk semikonduktor, bahan bakar fosil, dan barang pertanian.
Situasi ini menunjukkan ketegangan yang semakin meningkat dalam hubungan perdagangan AS-China. Dengan penolakan China untuk bernegosiasi dan langkah-langkah balasan yang diambil, eskalasi konflik perdagangan antara kedua negara tampaknya masih akan berlanjut. Dampaknya terhadap ekonomi global masih perlu dipantau dengan cermat.
Pernyataan Lin Jian yang menekankan perlunya melawan unilateralisme dan proteksionisme, serta menjaga tatanan internasional, menunjukkan sikap tegas China dalam menghadapi tekanan AS. China tampaknya siap untuk menghadapi konsekuensi ekonomi dari kebijakannya, dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perdagangan yang adil dan multilateral.