DFC Dorong Pengelolaan Komoditas Berkelanjutan di Indonesia
Implementasi strategi Deforestation and Conversion-Free (DFC) dinilai mampu mendorong pengelolaan komoditas perkebunan di Indonesia agar lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, sekaligus meningkatkan daya saing global.
Jakarta, 18 Maret 2025 (ANTARA) - Implementasi strategi Deforestation and Conversion-Free (DFC) dalam pendekatan yurisdiksi dinilai mampu menciptakan pengelolaan komoditas perkebunan unggulan di Indonesia yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam menata kelola perkebunan kelapa sawit, terutama terkait aspek legalitas.
Direktur Climate Market and Transformation, WWF-Indonesia, Irfan Bakhtiar, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa DFC merupakan konsep manajemen rantai pasok dan tata kelola pasar untuk memastikan bahan baku tidak berasal dari unit produksi yang mengubah ekosistem alami. Konsep ini, yang menyangkut aspek legalitas, sangat diperlukan agar komoditas Indonesia tetap kompetitif di pasar global, mengingat banyak negara tujuan ekspor, distributor, bahkan konsumen telah mengadopsinya.
WWF-Indonesia mengapresiasi langkah pemerintah membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025 tentang subyek hukum pelaku perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan. Penerbitan SK Menteri Kehutanan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit. Namun, keberhasilannya juga bergantung pada penyelesaian yang selaras dengan kaidah keberlanjutan dan aturan yang ada, termasuk penerapan sanksi dan pemulihan fungsi kawasan melalui strategi Jangka Benah dan langkah restorasi lainnya.
Sukses Implementasi DFC di Kabupaten Sintang
Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAD-KSB) di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, menjadi bukti nyata sinergi pemangku kepentingan dalam menjaga daya saing komoditas sesuai kebijakan keberlanjutan DFC. Pemerintah Kabupaten Sintang menunjukkan komitmennya terhadap pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan dan tata kelola yang inklusif. Upaya kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil telah menghasilkan solusi yang berdampak positif dan berkelanjutan bagi lingkungan tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat.
Peraturan Bupati mengenai pemetaan indikatif dan pengelolaan areal High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) di Areal Penggunaan Lain (APL) merupakan wujud nyata kolaborasi pemerintah Kabupaten Sintang dengan WWF-Indonesia. Inisiatif ini telah membuahkan hasil positif, dengan dua kelompok tani di Kabupaten Sintang berhasil mendapatkan sertifikasi RSPO melalui KUD Harapan Jaya dan Koperasi Rimba Harapan.
Saat ini, tercatat 458 petani terhimpun dalam Koperasi Rimba Harapan, mengelola 1.033,22 hektare lahan kelapa sawit dengan kapasitas produksi 19.764 ton Tandan Buah Segar (TBS) per tahun. Kedua koperasi tersebut telah menggunakan aplikasi pencatatan informasi rantai pasok, legalitas, dan geolokasi yang selaras dengan prinsip dan kriteria RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). Aplikasi ini melacak TBS hingga diterima pabrik untuk diolah menjadi minyak kelapa sawit mentah (CPO).
Dengan aplikasi ini, petani dan pelaku usaha dapat memastikan seluruh proses produksi terdokumentasi dengan baik dan transparan. Ke depan, diharapkan seluruh program berkelanjutan dapat diimplementasikan secara optimal melalui dukungan kuat dan koordinasi efektif antar pemangku kepentingan. "Dengan demikian, petani dan pelaku usaha dapat memastikan seluruh proses produksi terdokumentasi dengan baik dan transparan. Di masa depan, kami mengharapkan seluruh program berkelanjutan dapat diimplementasikan secara optimal melalui dukungan kuat dan koordinasi efektif antar pemangku kepentingan," kata Irfan Bakhtiar.
Tantangan dan Peluang Keberlanjutan Kelapa Sawit
Meskipun implementasi DFC menunjukkan hasil yang positif, tantangan tetap ada. Perlu upaya berkelanjutan untuk memastikan semua pelaku industri kelapa sawit menerapkan praktik berkelanjutan. Hal ini membutuhkan pengawasan yang ketat, penegakan hukum yang konsisten, dan edukasi kepada para petani dan pelaku usaha.
Namun, peluang juga terbuka lebar. Dengan dukungan pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta, Indonesia dapat menjadi pemimpin global dalam produksi kelapa sawit berkelanjutan. Hal ini akan meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional dan berkontribusi pada pelestarian lingkungan.
Kolaborasi dan inovasi teknologi, seperti aplikasi pencatatan rantai pasok yang digunakan oleh koperasi di Kabupaten Sintang, akan menjadi kunci keberhasilan. Dengan demikian, Indonesia dapat menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Keberhasilan implementasi DFC di Kabupaten Sintang dapat menjadi model bagi daerah lain di Indonesia. Replikasi model ini akan mempercepat transisi menuju industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kesimpulannya, implementasi DFC merupakan langkah penting dalam menciptakan pengelolaan komoditas perkebunan yang berkelanjutan di Indonesia. Dengan komitmen dan kolaborasi dari semua pihak, Indonesia dapat mencapai tujuan tersebut dan menjadi contoh bagi negara lain.