Dunia Butuh Pemimpin Peduli Kemanusiaan seperti Paus Fransiskus, Kata Pakar
Guru Besar Hukum Internasional UI soroti pentingnya pemimpin dunia yang berpihak pada kemanusiaan seperti Paus Fransiskus di tengah konflik global, khususnya konflik Israel-Palestina yang mengarah pada genosida.
Situasi geopolitik global yang memanas, khususnya konflik Israel-Palestina, menyoroti urgensi kepemimpinan dunia yang berpihak pada isu kemanusiaan. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, dalam diskusi Dialektika Demokrasi di Jakarta, Selasa (29/4).
Hikmahanto menekankan perlunya pemimpin seperti Paus Fransiskus, yang konsisten menyuarakan perdamaian dan kemanusiaan. Menurutnya, "Ini sungguh sangat kita butuhkan dalam situasi geopolitik yang seperti sekarang ini, yang mungkin ada sejumlah negara besar yang pemimpinnya tidak berpihak pada isu kemanusiaan maupun perdamaian."
Pernyataan tersebut disampaikan Hikmahanto dalam diskusi bertajuk 'Mengenang Kesederhanaan Paus Fransiskus, Gong Bapak Suci untuk Perdamaian Israel-Palestina'. Diskusi ini turut membahas peran penting Vatikan dalam menyuarakan perdamaian di tengah konflik yang semakin mengkhawatirkan.
Konflik Israel-Palestina: Lebih dari Sekadar Balas Dendam
Hikmahanto menilai konflik Israel-Palestina telah melampaui batas pembalasan. "Perang ini sudah mengarah pada genosida, etnis cleansing. Bukan sekadar membalas dendam, tapi juga untuk menghabisi Hamas dan menguasai Gaza, seperti mereka menguasai Tepi Barat," tegasnya. Ia menambahkan bahwa konflik tersebut bukan semata masalah agama, melainkan perebutan tanah.
Sikap Vatikan yang konsisten membela perdamaian dan kemanusiaan, menurut Hikmahanto, menjadi suara penting di tengah konflik tersebut. "Keberpihakan Paus Fransiskus terhadap perdamaian dan kemanusiaan sungguh luar biasa. Kesederhanaannya dan ketegasannya dalam menyuarakan nilai-nilai moral justru membuat para pemimpin Israel merasa terancam," ujarnya.
Hikmahanto juga menyoroti pergeseran dukungan beberapa negara Eropa yang mulai mengakui Palestina, sebaliknya ia mengkritik keras dukungan politik Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump yang berpihak pada Israel. Absennya delegasi Israel dalam pemakaman tokoh Vatikan menjadi indikasi kuat bahwa seruan Vatikan untuk perdamaian tidak diterima sepenuhnya oleh pemerintah Israel.
"Keberpihakan terhadap kemanusiaan dan perdamaian ini justru dikhawatirkan oleh para petinggi pejabat di Israel dan kita tahu buktinya bahwa tidak ada satu delegasi pun dari Israel yang hadir dalam pemakaman. Presiden Amerika Serikat hadir, Presiden Perancis hadir, bahkan Presiden Zelensky hadir," katanya.
Dukungan Global untuk Perdamaian dan Kemanusiaan
Hikmahanto menekankan pentingnya konsensus global untuk menghentikan kekerasan, sejalan dengan pesan Paus Fransiskus. "Saya setuju dengan apa yang selalu diserukan oleh konsensus bahwa perdamaian itu harus ada, harus ada, jangan selalu menggunakan senjata," ucapnya.
Ia juga mengapresiasi konsistensi Paus Fransiskus dalam menyerukan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak Palestina. "Karena apa Israel terus menyerang anak-anak karena suatu hari nanti mereka akan menjadi para pejuang yang akan melawan Israel, maka kenapa para perempuan harus dihabisi karena mereka yang bisa melahirkan anak-anak yang suatu hari nanti akan memperjuangkan tanahnya," jelas Hikmahanto.
Terkait rencana Indonesia untuk mengevakuasi warga Gaza, Hikmahanto memberikan catatan penting agar evakuasi tidak dimanfaatkan Israel untuk mengosongkan Gaza. Paus Fransiskus, katanya, juga selalu menyerukan solusi dua negara ('two-state solution'), yang juga merupakan posisi Indonesia terkait Palestina.
Hikmahanto juga menyoroti pentingnya peran pemimpin dunia yang memiliki kepedulian terhadap isu kemanusiaan. Kepemimpinan yang berpihak pada perdamaian dan keadilan, menurutnya, sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik-konflik global yang mengancam perdamaian dan kemanusiaan.
Kesimpulannya, pernyataan Hikmahanto Juwana menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan global yang berempati dan berpihak pada kemanusiaan, seperti yang ditunjukkan Paus Fransiskus, untuk mengatasi konflik-konflik internasional yang kompleks dan mencegah terjadinya genosida.