Ekspor RI Berpotensi Melonjak 1,7 Miliar Dolar AS Akibat Perang Tarif AS-China
Perang tarif antara AS dan China berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia hingga 1,7 miliar dolar AS, terutama pada sektor alas kaki dan rajutan, menurut Kadin Indonesia.
Jakarta, 24 April 2024 - Perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China memberikan peluang emas bagi Indonesia untuk meningkatkan nilai ekspornya. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memprediksi potensi peningkatan ekspor hingga 1,7 miliar dolar AS (sekitar Rp28,6 triliun) jika Indonesia mampu memanfaatkan situasi ini dengan baik. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Keanggotaan Kadin Indonesia, Widiyanto Saputro, dalam The 3rd China International Supply Chain Expo Roadshow di Jakarta.
Menurut Widiyanto, beberapa sektor memiliki potensi besar untuk mendulang keuntungan dari perubahan rantai pasok global ini. Sektor alas kaki, baik berbasis tekstil maupun karet, serta produk rajutan seperti sweater, diprediksi akan mengalami peningkatan ekspor yang signifikan. Kadin memperkirakan pertumbuhan ekspor alas kaki berbasis tekstil mencapai 245 juta dolar AS, alas kaki karet 193 juta dolar AS, dan sweater rajut 126 juta dolar AS.
Perang dagang AS-China telah memaksa perubahan besar dalam rantai pasok global. Banyak negara, termasuk Indonesia, yang selama ini bergantung pada pasokan dari China, kini perlu mencari alternatif baru. Indonesia, menurut kajian Kadin, berpotensi menjadi negara kedua di Asia Tenggara yang paling diuntungkan setelah Vietnam, asalkan mampu mengelola situasi ini dengan strategi yang tepat. "Sehingga, justru adanya perang dagang ini akan memungkinkan peningkatan industri di Indonesia bila ditangani dengan baik," ujar Widiyanto.
Rekomendasi Kadin untuk Pemerintah
Menanggapi peluang dan tantangan ini, Kadin memberikan tiga rekomendasi penting kepada pemerintah. Pertama, Indonesia perlu mendefinisikan ulang posisinya dalam rantai pasok global. Hal ini membutuhkan kolaborasi dengan pengusaha dan produsen di China untuk mendukung transformasi industri di Indonesia agar sesuai dengan perubahan landscape global.
Kedua, pemerintah perlu mengidentifikasi potensi ekspor baru dan memanfaatkan perubahan rantai pasok untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke negara-negara lain. Strategi ini memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap skenario dan paradigma baru dalam rantai pasok global.
Ketiga, pemerintah didorong untuk meningkatkan investasi dalam negeri guna meningkatkan kapasitas produksi dan nilai tambah produk-produk Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat daya saing produk "made in Indonesia" di pasar internasional dan mengambil alih pangsa pasar yang ditinggalkan oleh China. "Ini kita harapkan pada akhirnya akan membuat Indonesia dapat memanfaatkan perubahan global supply chain ini," pungkas Widiyanto.
Dampak Perang Tarif AS-China
Sebagai konteks, peningkatan tarif resiprokal yang diterapkan AS terhadap China telah mencapai 125 persen, bahkan lebih tinggi lagi untuk beberapa barang tertentu. Hal ini menunjukkan eskalasi perang dagang yang berkelanjutan antara kedua negara adidaya tersebut. Beberapa produk China, seperti kendaraan listrik dan alat suntik, kini dikenai tarif hingga 245 persen oleh AS.
Situasi ini menciptakan peluang bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh China. Namun, keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan peluang ini sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dan sektor swasta untuk mengambil langkah-langkah strategis yang tepat dan cepat.
Dengan potensi peningkatan ekspor yang signifikan, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperkuat perekonomian nasional dan meningkatkan daya saing di pasar global. Namun, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan potensi tersebut.