Gubernur Jabar Wacanakan KB sebagai Syarat Terima Bansos dan Beasiswa
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berencana menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat penerima beasiswa dan berbagai bantuan sosial untuk pemerataan bantuan.
Bandung, 28 April 2024 - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meluncurkan rencana kontroversial dengan menjadikan kepesertaan Keluarga Berencana (KB) sebagai prasyarat bagi masyarakat yang ingin menerima berbagai bantuan sosial (bansos) dan beasiswa dari pemerintah provinsi. Inisiatif ini bertujuan untuk menjamin pemerataan bantuan dan mencegah fokus bantuan hanya pada segelintir keluarga yang sama.
Menurut Dedi Mulyadi, kebijakan ini penting karena banyak keluarga kurang mampu yang memiliki banyak anak, sementara biaya kesehatan, khususnya persalinan caesar yang mencapai Rp25 juta per tindakan, menjadi beban berat. "Jadi seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga," tegas Gubernur dalam pernyataan resminya di Bandung.
Rencana ini telah disampaikan dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat yang dihadiri oleh beberapa menteri, termasuk Menteri Sosial, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kepala BKKBN. Dedi Mulyadi menekankan perlunya dukungan dari pemerintah pusat untuk merealisasikan kebijakan ini.
Kebijakan KB sebagai Syarat Penerima Bansos
Dalam rapat tersebut, Dedi Mulyadi memaparkan temuannya di lapangan yang menunjukkan banyak keluarga miskin memiliki anak dalam jumlah banyak, sementara keluarga mampu justru kesulitan memiliki anak. Ia mencontohkan temuannya tentang keluarga dengan 10 anak dan ibu yang sedang hamil anak ke-11, serta keluarga lain dengan 16 dan 22 anak. "Pak Menteri, saya tidak tahu kok rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya susah punya anak," ujarnya.
Kebijakan ini akan diterapkan pada berbagai program bantuan, termasuk sambungan listrik baru (sekitar 150.000 penerima), beasiswa, bantuan rumah tidak layak huni (rutilahu), dan bantuan lainnya. Penerima bantuan harus mengikuti program KB terlebih dahulu sebagai syarat penerimaan.
Dedi Mulyadi juga menekankan pentingnya peran laki-laki dalam program KB, khususnya vasektomi. Ia berpendapat bahwa beban reproduksi tidak seharusnya hanya dipikul oleh perempuan. "Jangan membebani reproduksi hanya perempuan. Harus laki-lakinya," tegasnya.
Integrasi Data Kependudukan dan KB
Ke depan, Dedi Mulyadi menginginkan integrasi data penerima bansos dengan data kependudukan, yang mencakup data peserta KB. Dengan demikian, verifikasi kepesertaan KB dapat dilakukan sebelum penyaluran bantuan. "Jadi ketika nanti kami menurunkan bantuan, dicek dulu. Sudah ber-KB atau belum. Kalau sudah ber-KB boleh terima bantuan. Jika belum ber-KB, KB dulu," jelasnya.
Program ini juga diintegrasikan dengan program Desa Istimewa, di mana salah satu kriteria penilaian adalah kesertaan KB. Desa yang berhasil dalam program KB, pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta indikator lainnya akan mendapatkan hadiah stimulus pembangunan hingga Rp10 miliar.
Inisiatif ini tentu akan memicu berbagai diskusi dan perdebatan di masyarakat. Namun, Gubernur Jabar bertekad untuk menjalankan program ini demi mewujudkan kesejahteraan dan kualitas hidup keluarga di Jawa Barat.
Data penerima bantuan sosial akan diintegrasikan dengan data kependudukan, khususnya data peserta KB. Hal ini untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan mendukung program KB.
Program Desa Istimewa, yang memberikan hadiah stimulus kepada desa yang berhasil dalam program KB dan indikator lainnya, juga menjadi bagian dari strategi ini.
Meskipun kontroversial, Gubernur Jabar berharap program ini dapat meningkatkan kualitas hidup keluarga di Jawa Barat dan mengurangi angka kemiskinan.