Gubernur Kalsel Minta LPRI Cabut Gugatan PSU Pilkada Banjarbaru di MK
Gubernur Kalimantan Selatan meminta Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) mencabut gugatan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi karena dinilai melanggar netralitas pemerintahan.
Gubernur Kalimantan Selatan, H. Muhidin, secara resmi meminta Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) untuk mencabut gugatan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kota Banjarbaru di Mahkamah Konstitusi (MK). Permintaan ini disampaikan melalui rekaman video yang diterima di Banjarmasin pada Jumat, 9 Mei 2024. Permintaan tersebut didasari oleh pertimbangan netralitas pemerintahan dalam proses Pilkada.
Alasan utama di balik permintaan tersebut adalah posisi Gubernur Kalsel dan Forkopimda Kalsel sebagai Dewan Kehormatan LPRI. Muhidin menekankan pentingnya netralitas pemerintahan dalam Pilkada, menyatakan bahwa "Sedangkan kami ini pemerintahan, termasuk lembaga atau institusi yang harus netral, sekadar untuk diketahui masyarakat."
Dengan adanya keanggotaan Gubernur dan Forkopimda dalam Dewan Kehormatan LPRI, gugatan yang dilayangkan oleh LPRI terhadap hasil PSU Pilkada Banjarbaru dinilai sebagai tindakan yang tidak tepat dan dapat mengaburkan netralitas pemerintahan. Oleh karena itu, Gubernur Muhidin meminta agar LPRI mempertimbangkan kembali langkah hukum tersebut.
LPRI dan Netralitas Pemerintahan
Dalam susunan Dewan Kehormatan LPRI, terdapat beberapa pejabat penting di Kalimantan Selatan, termasuk Gubernur, Kapolda, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Pengadilan Tinggi, dan Danrem. Keberadaan unsur-unsur pemerintahan dalam Dewan Kehormatan LPRI menjadi dasar pertimbangan utama Gubernur Muhidin dalam meminta pencabutan gugatan tersebut.
Muhidin menjelaskan bahwa LPRI seharusnya memahami posisi dan peran Gubernur Kalsel dan Forkopimda sebagai Dewan Kehormatan. Ia menegaskan, "Kalau LPRI menggugat ke MK, tidak sepatutnya kami berada di dalam kepengurusan LPRI sebagai Dewan Kehormatan." Pernyataan ini menekankan adanya potensi konflik kepentingan jika LPRI tetap melanjutkan gugatannya.
Sebagai konsekuensi, jika LPRI tetap melanjutkan gugatan, Muhidin menyatakan bahwa unsur Forkopimda Provinsi Kalsel harus keluar dari kepengurusan Dewan Kehormatan LPRI melalui surat keputusan resmi. Hal ini menunjukkan keseriusan Gubernur dalam menjaga netralitas pemerintahan.
Perintah Pencabutan Gugatan dan Tugas LPRI
Lebih lanjut, Gubernur Muhidin juga memerintahkan kuasa hukum Denny Indrayana, yang mewakili LPRI dalam gugatan tersebut, untuk segera mencabut gugatan di MK. Ia meminta agar Denny Indrayana tidak menggiring opini publik dengan gugatan tersebut. "Kami sebagai Dewan Kehormatan, wajar memerintahkan untuk mencabut gugatan di MK karena kami termasuk di kepengurusan LPRI tersebut. Jadi, kepada Pak Denny untuk tidak menggiring opini di masyarakat," tegas Muhidin.
Gubernur Muhidin juga menjelaskan tugas LPRI sebagai lembaga pengawas pelaksanaan PSU Pilkada Banjarbaru. Namun, menurutnya, gugatan yang dilayangkan justru bertentangan dengan prinsip netralitas dan peran LPRI sebagai pengawas.
Sebelumnya, Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) mewakili LPRI Kalsel melayangkan gugatan hasil PSU Pilkada Banjarbaru 2024 ke MK pada Rabu (23/4). Denny Indrayana, sebagai anggota tim kuasa hukum Hanyar, menuduh adanya dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam PSU tersebut untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 1.
Konteks Gugatan dan Reaksi Pemerintah
Gugatan yang dilayangkan oleh LPRI didasarkan pada dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam PSU Pilkada Banjarbaru. Dugaan tersebut dilayangkan oleh Tim Hukum Hanyar yang mewakili LPRI, dengan Denny Indrayana sebagai salah satu kuasa hukumnya. Pasangan calon nomor urut 1, Erna Lisa Halaby-Wartono, diduga diuntungkan oleh dugaan pelanggaran tersebut.
Namun, Gubernur Kalimantan Selatan melihat gugatan tersebut sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip netralitas pemerintahan dan peran LPRI sebagai lembaga pengawas. Oleh karena itu, ia meminta pencabutan gugatan dan menekankan pentingnya menjaga integritas pemerintahan dalam proses Pilkada.
Permintaan pencabutan gugatan ini menunjukkan adanya ketegangan antara pemerintah daerah Kalimantan Selatan dan LPRI terkait hasil PSU Pilkada Banjarbaru. Langkah selanjutnya dari LPRI dan respons dari MK akan menjadi fokus perhatian publik.