IHSG Diprediksi Melemah: Sentimen Domestik dan Global Jadi Biang Keladi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi melemah karena defisit APBN dan eskalasi perang dagang AS-Uni Eropa yang memengaruhi pasar saham global.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka melemah pada Jumat, 14 Maret 2025, di tengah sentimen domestik dan global yang kurang kondusif. Pelemahan ini ditandai dengan penurunan 81,10 poin atau 1,22 persen, menempatkan IHSG pada posisi 6.566,32. Indeks LQ45 pun turut terdampak, turun 4,14 poin (0,56 persen) ke posisi 734,11. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi pelemahan IHSG pada perdagangan selanjutnya.
Salah satu faktor penyebab pelemahan IHSG adalah kondisi perekonomian domestik. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan realisasi APBN hingga akhir Februari 2025 mencatat defisit Rp31,2 triliun (0,13 persen dari PDB). Defisit ini bertolak belakang dengan surplus yang tercatat selama tiga tahun sebelumnya, menunjukkan ketergantungan Indonesia pada harga komoditas global yang fluktuatif.
Sentimen negatif juga datang dari luar negeri, tepatnya dari eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Sebagai respons atas tarif AS pada baja dan aluminium, Uni Eropa mengenakan pajak 50 persen pada ekspor wiski AS. Presiden Trump pun mengancam akan menerapkan tarif 200 persen pada impor anggur dan minuman beralkohol dari Eropa melalui media sosial Truth Social. Perkembangan ini semakin memperkeruh kondisi perdagangan global dan berdampak pada pasar saham dunia.
Dampak Perang Dagang AS-Uni Eropa terhadap Pasar Saham Global
Eskalasi perang dagang AS-Uni Eropa berdampak signifikan terhadap bursa saham Eropa. Indeks STOXX 600 pan-Eropa turun 0,15 persen (0,81 poin) menjadi 540,44 pada Kamis, 13 Maret 2025, setelah sebelumnya mengalami kenaikan. Indeks DAX Jerman melemah 0,48 persen (109,26 poin) menjadi 22.567,14, sementara CAC Prancis turun 0,64 persen (50,75 poin) ke level 7.938,21. Hanya FTSE 100 Inggris yang sedikit menguat, naik 0,02 persen (1,60 poin) menjadi 8.542,56.
Penurunan tajam juga terjadi di Wall Street. Indeks S&P 500 secara resmi memasuki fase koreksi, setelah optimisme awal terkait data inflasi yang lebih rendah sirna akibat kekhawatiran akan lonjakan inflasi baru dan potensi resesi. Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 1,30 persen (537,36 poin) ke level 40.813,57, S&P 500 turun 1,39 persen (77,78 poin) menjadi 5.521,52, dan Nasdaq Composite mengalami penurunan terbesar, jatuh 1,96 persen (345,44 poin) ke posisi 17.303,01.
Kondisi ini menunjukkan adanya kekhawatiran investor global terhadap dampak perang dagang terhadap pertumbuhan ekonomi global. Ancaman tarif baru dari AS berpotensi memicu ketidakpastian dan mengurangi investasi, yang pada akhirnya berdampak negatif pada pasar saham.
Pergerakan Bursa Saham Regional Asia
Di Asia, pergerakan bursa saham menunjukkan tren yang beragam. Indeks Nikkei Jepang menguat 0,37 persen (134,67 poin) ke level 36.924,70, dan indeks Shanghai China naik 1,19 persen (39,84 poin) ke posisi 3.398,56. Namun, indeks Kuala Lumpur Malaysia melemah 0,36 persen (5,48 poin) menjadi 1.504,55, dan indeks Straits Times Singapura turun 0,10 persen (7,19 poin) ke 3.830,84.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak sentimen global terhadap pasar saham Asia bervariasi, tergantung pada kondisi ekonomi dan fundamental masing-masing negara. Meskipun beberapa bursa saham Asia menunjukkan penguatan, tekanan dari perang dagang AS-Uni Eropa dan pelemahan IHSG tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai.
Secara keseluruhan, melemahnya IHSG dan pergerakan bursa saham global mencerminkan ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh defisit APBN di Indonesia dan eskalasi perang dagang AS-Uni Eropa. Investor perlu mencermati perkembangan situasi ini untuk mengambil keputusan investasi yang tepat.