Indonesia Dorong Minyak Nabati Gantikan Energi Fosil: Tantangan dan Peluang Menuju Swasembada Energi
BPDP mendorong pemanfaatan minyak nabati, terutama sawit, sebagai pengganti energi fosil untuk mencapai swasembada energi di Indonesia, namun tantangan regulasi dan harga TBS masih menjadi kendala.
Jakarta, 24 Februari 2024 - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP) menyerukan kesiapan Indonesia dalam memanfaatkan minyak nabati, khususnya minyak sawit, sebagai alternatif energi fosil. Langkah ini merupakan bagian penting dari program ketahanan energi nasional dan visi Indonesia Emas 2045, sejalan dengan program strategis Presiden Prabowo Subianto.
Kepala Bidang Perusahaan BPDP, Achmad Maulizal, menekankan peran strategis minyak sawit dalam ketahanan pangan dan energi Indonesia. Penguatan industri hilir sawit, yang telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), menjadi kunci keberhasilan. BPDP berkomitmen mendorong kemandirian pangan dan energi melalui berbagai program, termasuk percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk meningkatkan produktivitas.
Rendahnya produktivitas sawit saat ini, hanya 2,5-3 ton per hektare per tahun, menjadi perhatian serius. PSR diharapkan mampu mengatasi masalah ini dan meningkatkan kontribusi sawit bagi perekonomian nasional. Program ini juga diharapkan mampu menjawab tantangan kebutuhan CPO yang terus meningkat seiring dengan peningkatan persentase mandatori biodiesel.
Kebutuhan CPO Meningkat Pesat seiring Program Biodiesel B40
Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, R. Edi Wibowo, mengungkapkan kebutuhan Crude Palm Oil (CPO) akan terus meningkat seiring dengan program biodiesel B40 yang ditargetkan mencapai 15,6 juta ton pada tahun 2025. Program B40, yang mulai diterapkan pada 1 Januari 2025, mencampurkan 40 persen biodiesel berbasis minyak sawit ke dalam solar.
Penerapan biodiesel sejauh ini berjalan lancar, baik dari sisi pasokan maupun penyaluran. Perbaikan kualitas biodiesel telah mengurangi masalah teknis seperti kerusakan mesin. Program ini memberikan dampak positif yang signifikan, dengan penghematan devisa negara hingga 9,33 miliar dolar AS (sekitar Rp149,28 triliun) pada tahun 2024. Proyeksi untuk B40 menunjukkan penghematan devisa sekitar Rp147,5 triliun, pengurangan emisi 41,46 juta ton CO2 ekuivalen, dan peningkatan nilai tambah CPO menjadi biodiesel sebesar Rp20,98 triliun.
Dukungan dari pelaku usaha juga terlihat nyata. Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) terus mendukung peningkatan mandatori biodiesel, dengan kapasitas terpasang yang mencapai lebih dari 20 juta kiloliter pada tahun 2024. Namun, pengembangan bioetanol dan bioavtur juga perlu didorong lebih lanjut.
Tantangan Regulasi dan Harga TBS
Meskipun potensi besar minyak sawit sebagai energi terbarukan terlihat jelas, tantangan tetap ada. Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Fenny Sofyan, menunjuk ketidakpastian hukum dan tumpang tindih regulasi sebagai kendala utama. Peraturan perundangan yang sering berubah juga menyulitkan perencanaan jangka panjang.
GAPKI berharap pemerintah memberikan kepastian hukum dan legalitas perkebunan untuk mendukung sektor hulu. Sementara itu, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melalui ketuanya, Gulat ME Manurung, berharap program B40 berdampak positif pada harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit. Penurunan harga TBS setelah implementasi B40 menjadi perhatian serius.
Penurunan harga TBS diduga akibat pelarangan ekspor produk minyak sawit berkadar asam tinggi, seperti POME dan HAPOR. Harga sawit asam tinggi yang lebih rendah dibandingkan CPO menjadi faktor penyebabnya. Stabilitas harga TBS menjadi kunci keberlanjutan usaha petani sawit dan keberhasilan program B40.
Kesimpulannya, pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti energi fosil memiliki potensi besar bagi Indonesia. Namun, keberhasilannya membutuhkan sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan petani sawit. Penyederhanaan regulasi, peningkatan produktivitas sawit, dan stabilisasi harga TBS menjadi kunci untuk mewujudkan swasembada energi dan ketahanan pangan nasional.