Industri Wastra Indonesia: Tren Slow Fashion Mendunia
Kemenperin optimis industri wastra Indonesia, seperti batik dan tenun, semakin diminati global karena sesuai dengan tren fesyen berkelanjutan atau slow fashion.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan industri wastra Indonesia, yang meliputi batik, tenun, dan songket, semakin diminati pasar global. Hal ini didorong oleh meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya fesyen ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tren ini bertolak belakang dengan fast fashion yang menghasilkan limbah besar dan kurang memperhatikan aspek etika produksi.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita, menjelaskan bahwa wastra Nusantara bukan hanya produk budaya, tetapi juga solusi berkelanjutan. Proses pembuatannya yang tradisional, penggunaan bahan alami, dan filosofi yang terkandung di dalamnya selaras dengan konsep slow fashion yang mengedepankan kualitas, keberlanjutan, dan keadilan.
Untuk mendukung hal tersebut, Kemenperin berkolaborasi dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) menggelar webinar "Cinta Wastra Nusantara: Peran IKM Wastra dalam Fesyen Berkelanjutan" pada 16 April 2025. Webinar ini merupakan rangkaian acara Road to HUT Dekranas ke-45.
Tren Slow Fashion dan Dampaknya
Reni Yanita menekankan bahwa Kemenperin dan Dekranas memberikan perhatian khusus pada industri wastra karena selaras dengan tren slow fashion global. Konsumen semakin sadar akan dampak lingkungan dari fast fashion, sehingga beralih ke pilihan yang lebih berkelanjutan.
Fast fashion, dengan produksi massal dan bahan yang kurang ramah lingkungan, menghasilkan limbah padat yang signifikan. Industri fesyen kini dituntut untuk bertanggung jawab secara ekologis dan etis, tidak hanya menarik secara visual. "Kesadaran konsumen terhadap pentingnya perubahan gaya hidup dalam mendorong keberlanjutan lingkungan dan kondisi alam, mengarahkan pada tren slow fashion yang bertolak belakang dengan fast fashion," kata Reni.
Direktur IKM Kimia, Sandang dan Kerajinan, Budi Setiawan, menambahkan bahwa slow fashion menawarkan alternatif dengan mengutamakan kualitas, produksi beretika, dan kelestarian lingkungan. Proses produksi yang lebih lambat dan terencana juga memastikan pekerja mendapatkan upah layak dan kondisi kerja yang adil. "Prinsip ini tidak hanya berdampak positif terhadap lingkungan dengan mengurangi limbah dan konsumsi energi, tetapi juga membantu memastikan bahwa para pekerja di sektor mode mendapatkan upah yang layak dan kondisi kerja yang adil," ujarnya.
Potensi Wastra Indonesia dalam Slow Fashion
Budi Setiawan melihat potensi besar slow fashion di Indonesia, terutama dengan keberadaan perajin lokal dan bahan baku alami yang melimpah. Wastra, dengan proses pembuatannya yang teliti dan memakan waktu, menjadi simbol kualitas dan keunikan yang mendukung keberlanjutan.
Proses pembuatan wastra yang membutuhkan ketelitian dan waktu yang lama menjadikannya simbol kualitas dan keunikan yang mendukung keberlanjutan. Hal ini sejalan dengan prinsip slow fashion yang menekankan kualitas daripada kuantitas. "Wastra, sebagai produk mode tradisional Indonesia, memiliki karakteristik yang sangat sesuai dengan prinsip slow fashion. Proses pembuatan wastra yang perlu ketelitian dan memakan waktu lama menjadikannya simbol kualitas dan keunikan yang mendukung keberlanjutan," kata dia.
Dengan demikian, industri wastra Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam merespon tren global slow fashion. Kombinasi antara warisan budaya, kearifan lokal, dan komitmen terhadap keberlanjutan menjadikan wastra Indonesia semakin diminati di pasar internasional.
Kemenperin dan Dekranas terus berupaya mendukung para pelaku industri wastra agar dapat bersaing di pasar global yang semakin kompetitif dan ramah lingkungan. Dengan demikian, industri wastra Indonesia diharapkan dapat terus tumbuh dan berkontribusi pada perekonomian nasional.