Kejaksaan Agung Tanam Bibit Mangrove di Bali: Upaya Menuju Udara Bersih dan Ekonomi Berkelanjutan
Kejaksaan Agung bersama KLH menyerahkan bibit mangrove di Denpasar, sebagai upaya menjaga kualitas udara dan mendorong ekonomi berkelanjutan melalui ekowisata mangrove.
Kejaksaan Agung, berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), telah menyerahkan 100 bibit mangrove di Persemaian Mangrove G20 Denpasar pada Sabtu, 26 April. Kegiatan ini merupakan bagian dari Adhyaksa Run 2025 dan bertujuan untuk menciptakan masa depan dengan udara yang lebih bersih. Penyerahan bibit mangrove ini bermakna lebih dari sekadar penanaman pohon; ini merupakan simbol komitmen Kejaksaan Agung terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Ketua Pembina Tunas Muda Adhyaksa, Reda Manthovani, menjelaskan bahwa pemilihan mangrove sebagai fokus kegiatan ini didasari oleh kemampuannya untuk membersihkan udara. Beliau menekankan pentingnya menjaga kebersihan, baik lingkungan maupun perilaku, dengan analogi mangrove yang menyaring udara. "Ini (penyerahan bibit mangrove) adalah momentum bagi insan Adhyaksa lain agar terus dilanjutkan, bahkan dikembangkan di daerah lain, karena ini air for the future, agar udara bersih, jadi pikiran bersih, ucapan bersih, dan perilaku jadi bersih," ujarnya.
Kegiatan ini bukan hanya simbolis. Kejaksaan Agung berkomitmen untuk melanjutkan misi menjaga kualitas udara di Bali melalui kegiatan serupa setiap tahunnya, bahkan menargetkan perluasan kegiatan ini ke kawasan mangrove lainnya di Bali. Hal ini didorong oleh kesadaran akan dampak kerusakan ekosistem mangrove terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi.
Penanaman Mangrove: Investasi untuk Udara Bersih dan Ekonomi Lokal
Kejaksaan Agung dan KLH tidak hanya menyerahkan bibit mangrove, tetapi juga mengunjungi area persemaian dan mendengarkan kisah sukses Kelompok Usaha Bersama (KUB) Segara Guna Batu Lumbang. KUB ini telah berhasil mengintegrasikan pelestarian mangrove dengan pengembangan ekowisata dan ekonomi kreatif. Mereka telah membuktikan bahwa pelestarian lingkungan dapat beriringan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Wayan Kona Antara, Ketua KUB Segara Guna Batu Lumbang, membagikan pengalaman sukses kelompoknya. Dalam tahun 2024, mereka telah berhasil menghasilkan pendapatan signifikan dari ekowisata dan produksi produk-produk turunan mangrove seperti kopi, teh, sirup, dan keripik. "Kalau ekowisata kami sudah dapat Rp300 juta satu tahun ini (2024)," kata Wayan Kona Antara.
Selain pendapatan dari ekowisata, KUB juga meraih keuntungan bersih dari produk rumahan, termasuk gaji dan bonus sebesar Rp37 juta. Keberhasilan ini menunjukkan potensi ekonomi yang besar dari pengelolaan mangrove yang berkelanjutan. KUB Segara Guna Batu Lumbang juga mengajak rombongan Kejaksaan dan KLH untuk menyusuri langsung ekowisata mangrove menggunakan perahu, memberikan gambaran nyata akan dampak positif dari pelestarian mangrove.
Model pengelolaan mangrove oleh KUB Segara Guna Batu Lumbang menjadi contoh nyata bagaimana pelestarian lingkungan dapat berkontribusi pada peningkatan ekonomi lokal. Keberhasilan mereka dalam mengelola ekowisata dan memproduksi produk-produk turunan mangrove membuktikan bahwa konservasi dan ekonomi dapat berjalan beriringan.
Mangrove: Benteng Pertahanan Ekosistem dan Ekonomi
Reda Manthovani menyoroti pentingnya perawatan mangrove untuk mencegah kerusakan ekosistem. Beliau mengingatkan bahwa pemanfaatan mangrove yang tidak terkendali dapat berdampak negatif, tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga pada perekonomian. "Kita lihat kalau mangrove dibiarkan saja tidak dirawat, bahkan banyak yang memanfaatkannya tanpa terkendali bisa merusak ekosistem kita, kalau rusak macam-macam bisa ikut rusak, seperti ekonomi," ujarnya.
Kegiatan penyerahan bibit mangrove ini diharapkan dapat menginspirasi pihak lain untuk turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan. Keberhasilan KUB Segara Guna Batu Lumbang menjadi bukti nyata bahwa dengan pengelolaan yang tepat, mangrove dapat menjadi sumber pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Inisiatif ini menjadi contoh nyata kolaborasi antara pemerintah, lembaga penegak hukum, dan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Melalui kegiatan ini, Kejaksaan Agung dan KLH tidak hanya menanam bibit mangrove, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Semoga inisiatif ini dapat menginspirasi lebih banyak pihak untuk terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.