Kemenkumham Dorong Desa Keciput Belitung Jadi Kawasan Kekayaan Intelektual
Kementerian Hukum dan HAM mendorong Desa Keciput, Belitung, menjadi kawasan berbasis kekayaan intelektual untuk melindungi dan mengembangkan seni budaya lokal, serta meningkatkan potensi ekonomi kreatif.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendorong Desa Keciput, Kabupaten Belitung, untuk menjadi kawasan berbasis kekayaan intelektual (KI). Inisiatif ini bertujuan melindungi kekayaan seni dan budaya masyarakat setempat, sekaligus mengembangkan potensi ekonomi kreatif. Hal ini diungkapkan oleh Kadiv Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Kepulauan Babel, Kaswo, di Pangkalpinang pada Kamis, 07 September 2023.
Menurut Kaswo, pengembangan Desa Keciput sebagai kawasan KI merupakan langkah strategis untuk melestarikan warisan budaya dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis kreativitas. Selain Desa Keciput, Kemenkumham juga tengah menginventarisasi potensi desa-desa lain di Bangka Belitung, seperti Desa Namang (Bangka Tengah), Desa Terong (Belitung), dan Desa Mekarjaya (Belitung Timur), untuk pengembangan serupa. Harapannya, desa-desa ini tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga pusat pelestarian budaya dan ekonomi kreatif.
Kriteria yang ditetapkan Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham untuk suatu desa menjadi kawasan berbasis KI adalah pengembangan seni budaya dan/atau ilmu pengetahuan di wilayah tersebut. Penamaan dan penentuan wilayah Kawasan Karya Cipta didasarkan pada kebijakan pemangku kepentingan setempat, seperti contohnya Kampung Inggris di Kediri dan Desa Kartun di Sidareja, Purbalingga.
Potensi Desa Keciput dan Pengembangan KI
Desa Keciput telah menunjukkan potensi besar sebagai kawasan berbasis KI. Desa ini memiliki produk unggulan yang telah terdaftar mereknya, antara lain madu Pelabo, Sentak Mandiri, dan Dnoto. Selain itu, terdapat seni tari khas Desa Keciput yang akan didaftarkan hak ciptanya, serta festival-festival budaya seperti Muangjong, prosesi selamat kampung, sunggar madu, dan tulak balak. Semua ini menjadi aset berharga yang perlu dilindungi dan dikembangkan.
Kaswo menjelaskan bahwa keberadaan pihak-pihak yang berkontribusi pada pengembangan seni budaya dan ilmu pengetahuan di daerah tersebut menjadi kunci keberhasilan program ini. Hal ini meliputi pelaku seni, seniman tradisional, kreator, maestro, dan siapa pun yang berkomitmen dalam pelestarian dan pengembangan warisan budaya. Karya-karya cipta, baik tradisional maupun kontemporer, yang menjadi identitas suatu wilayah juga akan didaftarkan melalui e-Hakcipta (https://e-hakcipta.dgip.go.id).
Pendaftaran hak cipta melalui platform digital ini merupakan langkah penting untuk melindungi karya-karya tersebut dan memastikan pewarisannya dari generasi ke generasi. Lebih lanjut, Kaswo menekankan bahwa pengembangan kawasan KI berpotensi besar untuk meningkatkan perekonomian desa melalui berbagai kegiatan seperti festival, pameran, dan kompetisi seni secara berkala, sehingga menarik minat wisatawan dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Dukungan Pemerintah dan Peran Masyarakat
Kepala Desa Keciput, Pratiwi Perucha, menyatakan komitmennya untuk mendukung program ini. Ia menegaskan bahwa Desa Keciput siap untuk mengembangkan potensi KI yang dimilikinya. Kerja sama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan para seniman sangat penting untuk keberhasilan program ini. Dengan demikian, pengembangan Desa Keciput sebagai kawasan berbasis KI tidak hanya akan melestarikan budaya lokal, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah daerah dan Kemenkumham akan memberikan dukungan penuh dalam bentuk pendampingan dan pelatihan bagi masyarakat Desa Keciput dalam proses pendaftaran hak cipta dan pengembangan produk-produk kreatif. Pentingnya pemahaman tentang kekayaan intelektual dan perlindungan hak cipta bagi masyarakat lokal juga akan menjadi fokus utama dalam program ini. Dengan demikian, diharapkan Desa Keciput dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain di Indonesia dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis KI.
Program ini diharapkan dapat menjadi model pengembangan desa-desa lain di Indonesia, yang mampu menggabungkan pelestarian budaya dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Dengan perlindungan KI yang kuat, karya-karya seni dan budaya lokal akan terjaga, dan potensi ekonomi kreatif dapat berkembang pesat. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan di daerah tersebut.