Kerusakan Shelter Tsunami Lombok Utara Kategori Ringan, Ahli Bongkar Fakta Persidangan
Ahli teknik bangunan menyatakan kerusakan shelter tsunami Lombok Utara kategori ringan, hanya 4,26 persen, dan masih bisa diperbaiki; fakta mengejutkan terungkap di persidangan korupsi proyek tersebut.
Sidang lanjutan perkara korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), menghadirkan fakta mengejutkan. Ir. Ar. Jimmy Siswanto Juwana, ahli teknik bangunan lulusan The Pennsylvania State University Park, Amerika Serikat, menyatakan bahwa kerusakan gedung shelter tersebut masuk kategori ringan, hanya mencapai 4,26 persen dari total nilai bangunan sekitar Rp20 miliar. Pernyataan ini disampaikan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu petang.
Jimmy, yang berpengalaman selama 50 tahun di bidang teknik bangunan gedung dan kelaikan fungsi bangunan gedung, menjelaskan bahwa persentase kerusakan tersebut jauh di bawah ambang batas kerusakan berat (30 persen). Dengan demikian, bangunan masih memungkinkan untuk diperbaiki. Kesimpulan ini ia peroleh berdasarkan hasil hitung lapangan pada medio Maret 2025 dan mengacu pada Pasal 34 Peraturan Menteri PUPR Nomor 22 tahun 2018 serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021.
Lebih lanjut, Jimmy, yang juga turut menyusun Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021, menjelaskan bahwa kerusakan utama terkonsentrasi pada lantai dasar, tangga, dan ramp. Meskipun tangga dan ramp pada lantai atas mengalami kerusakan, struktur utama bangunan tetap andal. Tidak ditemukan deformasi atau keretakan signifikan, hanya pengelupasan kulit beton di lantai dasar.
Analisis Kerusakan dan Kesimpulan Ahli
Jimmy Siswanto Juwana secara tegas membantah dakwaan yang menyatakan kerugian negara bersifat total loss akibat penurunan mutu beton dan kegagalan pemanfaatan bangunan. Ia menganalogikan kondisi shelter tsunami tersebut dengan mobil ambulan yang bannya bocor. "Karena empat bannya bocor, ambulan tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Tetapi, mobil ambulan tidak kemudian dibuang, karena ban dapat diganti, dan fungsinya dapat dikembalikan," ujarnya.
Pendapat senada disampaikan oleh ahli lainnya, Ir. Riad Horem, tenaga ahli Menteri PUPR Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Riad menjelaskan bahwa perubahan detail engineering design (DED) yang menjadi dasar dakwaan terhadap Aprialely Nirmala, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, tidak melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Menurutnya, perubahan DED merupakan hal yang wajar dan menjadi kewenangan PPK.
Riad menekankan bahwa PPK berwenang menetapkan seluruh dokumen persyaratan lelang, termasuk HPS, DED, spesifikasi teknis, dan waktu pelaksanaan proyek. Ia juga menyatakan bahwa perubahan DED pada tahun 2014 yang tidak dilengkapi tanda tangan konsultan perencana tidak menjadi masalah, karena tidak ada aturan baku yang mewajibkannya dalam Perpres 54 tahun 2010.
Sebagai perbandingan, Riad mencontohkan karcis tol yang sah tanpa tanda tangan. "Tidak ada aturan baku soal syarat dokumen lelang yang diunggah ke sistem Eproc itu harus ada tanda tangan pihak terkait. Sama seperti karcis tol, itu tidak ada tanda tangan, tetapi itu sah," ujarnya.
Saksi Ahli dan Persidangan
Kedua ahli tersebut dihadirkan oleh pihak terdakwa satu, Aprialely Nirmala, sebagai saksi ahli yang meringankan. Selain Jimmy dan Riad, terdapat juga ahli struktur beton dan gempa dari Universitas Mataram, Suparjo. Terdakwa dua, Agus Herijanto, menyatakan belum siap menghadirkan saksi ahli karena kendala kegiatan lain.
Kesimpulannya, kesaksian para ahli ini memberikan gambaran berbeda terkait kerusakan shelter tsunami Lombok Utara dan dugaan korupsi yang menyertainya. Pernyataan para ahli ini tentu akan menjadi pertimbangan penting bagi majelis hakim dalam menentukan putusan.