Ketua MPR Usul Revisi UU TNI: Sesuaikan dengan Zaman, Perpanjang Usia Pensiun?
Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, mengusulkan revisi UU TNI untuk menyesuaikannya dengan perkembangan zaman, termasuk kemungkinan perpanjangan usia pensiun prajurit.
Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, Senin (17/3), menyatakan perlunya revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Hal ini disampaikan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Menurut Muzani, revisi tersebut bertujuan untuk menyesuaikan institusi TNI dengan perkembangan zaman dan memperkuat posisinya, mengingat UU tersebut belum direvisi selama hampir 25 tahun.
Muzani menekankan pentingnya penyesuaian posisi TNI, mengingat peran vitalnya bagi negara. Ia menyatakan, "Saya kira penguatan posisi TNI perlu dipertegas dan saya kira Undang-Undang TNI kan sudah dilakukan revisi terakhir 25 tahun lalu, hampir 25 tahun lalu, jadi penyesuaian-penyesuaian terhadap keadaan. Apalagi TNI sebuah kekuatan yang sangat penting, sangat vital perannya bagi negara. Saya kira penyesuaian-penyesuaian bagi posisi lembaga tersebut."
Usulan revisi ini mencakup berbagai isu krusial terkait TNI, yang akan dirumuskan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (RUU TNI). Salah satu poin penting yang dibahas adalah perpanjangan batas usia pensiun prajurit.
Perpanjangan Usia Pensiun dan Jabatan Sipil
Muzani berpendapat bahwa perpanjangan usia pensiun dapat dipertimbangkan berdasarkan kemampuan optimal prajurit. Ia menjelaskan, "Kalau misalnya soal diperpanjang karena seseorang menjadi jenderal melalui sebuah tahapan yang panjang, dengan pendidikan yang panjang juga, dengan biaya yang juga sangat mahal (maka) ketika yang bersangkutan pensiun di usia 58 (tahun) rata-rata juga masih segar bugar dan masih cukup kuat."
Terkait penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil atau politik, Muzani menjelaskan bahwa hal tersebut dimungkinkan, tetapi dengan syarat prajurit tersebut harus pensiun dari dinas keprajuritan terlebih dahulu. Ia menegaskan, "Kalau presiden menyetujui saya kira enggak ada masalah, yang penting presiden memberikan persetujuan yang bersangkutan pensiun dari jabatan posisi yang aktif."
Lebih lanjut, Muzani menjelaskan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil di luar aturan penempatan dalam UU TNI harus mundur dari kedinasannya. Ia memberikan contoh, "Ya, kalau dia di situ ya harus mundur, dan yang ditempatkan di situ biasanya orang-orang yang memiliki kapasitas atau berminat dengan persoalan pertanian, peternakan, kan tentara meski memiliki keahlian dalam bidang dunia militer secara personal, tapi ada juga orang orang yang memiliki kemampuan dalam bidang-bidang teknis, pertanian, peternakan, perikanan dan sebagainya."
Supremasi Sipil dan Aspirasi Publik
Untuk menjaga supremasi sipil, Muzani menekankan perlunya pengaturan yang rigid terkait kedudukan dan penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga dalam RUU TNI. Ia menyatakan, "Harus rigid di Undang-Undang TNI supaya sipil tidak merasa terganggu dan seterusnya, harus rigid peraturannya."
Muzani memandang aspirasi publik terkait RUU TNI sebagai dinamika demokrasi. Ia juga memastikan bahwa RUU TNI tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru. Ia menegaskan, "Saya kira enggak, saya kira dwifungsi otomatis apa saja bisa, ini kan ada beberapa yang batasan-batasanya."
Secara keseluruhan, revisi UU TNI yang diusulkan bertujuan untuk modernisasi dan penyesuaian dengan perkembangan zaman, sambil tetap menjaga supremasi sipil dan peran vital TNI bagi negara. Proses revisi ini diharapkan dapat mengakomodasi aspirasi publik dan menghasilkan UU TNI yang lebih relevan dan efektif.