KPK Terapkan "Follow the Money" Usut Korupsi Iklan Rp409 Miliar di Bank BJB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus korupsi pengadaan iklan di Bank BJB senilai Rp409 miliar dengan metode "follow the money", menetapkan lima tersangka, dan menemukan kerugian negara hingga Rp222 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut tuntas kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021-2023. Metode "follow the money" atau penelusuran aliran dana menjadi kunci penyidikan untuk mengungkap detail kasus yang merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah ini. Kelima tersangka telah ditetapkan, dan proses hukum terus berlanjut.
Penyidik KPK telah berhasil mengungkap bahwa dari total anggaran iklan BJB sebesar Rp409 miliar sebelum pajak (sekitar Rp300 miliar setelah pajak), hanya sekitar Rp100 miliar yang digunakan sesuai peruntukannya. Sisanya, sebesar Rp222 miliar, diduga digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai aturan dan merugikan keuangan negara. Hal ini disampaikan langsung oleh Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat lalu.
Kasus ini melibatkan lima tersangka yang telah ditetapkan oleh KPK. Mereka terdiri dari pejabat Bank BJB dan para pengendali sejumlah agensi periklanan yang diduga terlibat dalam skema korupsi ini. Metode "follow the money" akan ditelusuri untuk mengungkap aliran dana tersebut, termasuk siapa saja yang menerima uang, dan bagaimana uang tersebut digunakan.
Lima Tersangka dan Aliran Dana
Direktur Utama PT Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR), dan Kepala Divisi Corsec BJB, Widi Hartoto (WH), menjadi dua tersangka dari internal Bank BJB. Keduanya diduga sengaja menyiapkan agensi-agensi periklanan tertentu untuk memenuhi kebutuhan dana non-budgeter dan mengatur penunjukan agensi yang memenangkan penempatan iklan. Penunjukan tersebut juga diduga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di internal BJB.
Tiga tersangka lainnya merupakan pengendali dari enam agensi periklanan. Mereka adalah Ikin Asikin Dulmanan (IAD) dari Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Suhendrik (S) dari BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; dan Sophan Jaya Kusuma (SJK) dari Cipta Karya Sukses Bersama dan Cipta Karya Mandiri Bersama. Besaran dana yang diterima masing-masing agensi pun telah diungkap oleh penyidik KPK.
Rincian dana yang diterima keenam agensi tersebut adalah: PT Cipta Karya Mandiri Bersama (Rp41 miliar), PT Cipta Karya Sukses Bersama (Rp105 miliar), PT Antedja Muliatama (Rp99 miliar), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (Rp81 miliar), PT BSC Advertising (Rp33 miliar), dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspress (Rp49 miliar). Total dana yang diterima keenam agensi tersebut mencapai angka yang fantastis.
Menurut keterangan penyidik, para agensi tersebut telah sepakat untuk terlibat dalam skema korupsi ini bersama-sama dengan YR dan WH. Mereka diduga telah melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara.
Tuduhan dan Pasal yang Diterapkan
Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara.
Proses penyidikan masih terus berlanjut, dan KPK berkomitmen untuk mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana dalam kasus ini. Metode "follow the money" diharapkan dapat mengungkap secara detail bagaimana uang negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pengawasan dan tata kelola keuangan yang baik dalam instansi pemerintah dan BUMN. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah terjadinya korupsi dan melindungi keuangan negara.