Lima Saksi Diperiksa PN Bengkulu Terkait Dugaan Gratifikasi Rohidin Mersyah
Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu memeriksa lima saksi terkait dugaan penerimaan gratifikasi mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang diduga digunakan untuk Pilkada 2024.
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu telah memeriksa lima saksi terkait dugaan kasus gratifikasi yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Pemeriksaan ini dilakukan atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dugaan gratifikasi tersebut, menurut KPK, digunakan untuk membiayai pencalonan Rohidin Mersyah sebagai Gubernur Bengkulu pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Kelima saksi yang diperiksa meliputi berbagai kalangan, mulai dari sektor swasta hingga pemerintahan. Mereka adalah Herman Tripurnyanyo (Manager Hotel Mercure Bengkulu), Jasmen Silitonga (Kepala Direktur Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu), Sarjan Efendi (Divisi Teknis KPU Provinsi Bengkulu), Jimmy Haryanto (Kepala Badan Penghubung Provinsi Bengkulu), dan Puspita Dewi (Kepala Sub Bagian Tata Usaha Biro Organisasi Provinsi Bengkulu). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengungkap lebih lanjut aliran dana yang diduga diterima Rohidin Mersyah.
Salah satu saksi, Jimmy Haryanto, memberikan keterangan terkait perannya dalam tim pemenangan Rohidin Mersyah di Kota Bengkulu. Ia mengaku memberikan kontribusi sebesar Rp80 juta. "Saya ditunjuk menjadi tim pemenangan Kota, sekitar bulan Juli 2024 rapat di balai semarak bahas kontribusi yang harus dilakukan tim untuk memenangkan Rohidin. Kontribusi dalam bentuk uang, awalnya Rohidin yang sampaikan kemudian disampaikan lagi oleh koordinator," ungkap Jimmy di PN Tipikor Bengkulu, Rabu.
Para Saksi dan Keterangannya
Keterangan para saksi memberikan gambaran mengenai jaringan dan sumber dana yang diduga mengalir ke Rohidin Mersyah. JPU KPK sebelumnya telah menyatakan bahwa mantan Gubernur tersebut menerima gratifikasi sebesar Rp30,3 miliar. Besarnya jumlah tersebut menunjukkan skala dugaan pelanggaran yang cukup signifikan.
Peran masing-masing saksi dalam dugaan kasus ini masih dalam proses pengungkapan. Informasi yang didapat dari keterangan saksi-saksi tersebut akan dianalisa dan dikumpulkan untuk melengkapi bukti-bukti yang telah ada. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam kasus ini.
Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak. Publik menantikan hasil akhir dari proses hukum ini untuk mengetahui kebenaran dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Sumber Dana Gratifikasi
Menurut JPU KPK, dana gratifikasi yang diterima Rohidin Mersyah berasal dari berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut antara lain:
- Haris (pengusaha batu bara dan sawit): Rp19,1 miliar
- Keluarga Bank Bengkulu (Dede Arga Putra, Olivia Lesiana, dan Pandita Juniarti): Rp2,3 miliar
- Kepala daerah di Provinsi Bengkulu (Gusril Fauzi, Erwin Oktavian, Rahmat Riyanto, Arie Septi Dinata, dan Zurdinata): Rp2,1 miliar
- Sejumlah politisi (Sumardi, Samsul Aswajar, Dodi Martian, Januardi, Ichram Nur, Hidayah, Zamhari, Ansori M, Lukman Efendi, dan Ahmad Lutfi): Rp3,5 miliar
- Komisaris PT Cereno Energi Selaras dan PT Cakrawala Dinamika Energi: Rp1,5 miliar
- Direktur PT Slamat Jaya Pratama Dedeng: Rp500 juta
- Lainnya: Jumlah yang belum dijelaskan secara rinci.
Total dana gratifikasi yang diterima Rohidin Mersyah mencapai Rp30,3 miliar, seluruhnya diduga digunakan untuk mendukung pencalonannya dalam Pilkada 2024. Uang tersebut diterima melalui ajudannya, Evriansyah alias Anca; Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu nonaktif, Isnan Fajri; dan mantan Kepala Biro Umum Setda Provinsi Bengkulu, Alfian Martedy.
Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.