Modus Operandi Pencurian Ikan Ilegal di Lampung Berubah: Gunakan Bom, Setrum, dan Jaring Ilegal
Polda Lampung ungkap perubahan modus operandi pencurian ikan ilegal, kini pelaku gunakan bom, setrum bertegangan tinggi, dan jaring trol ukuran kecil yang merusak ekosistem laut.
Bandarlampung, 26 April 2024 - Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Lampung mengungkap perubahan modus operandi dalam penangkapan ikan ilegal (ilegal fishing) di perairan Lampung. Polisi menemukan tiga modus baru yang digunakan para pelaku, menunjukkan peningkatan kecanggihan dan dampak kerusakan yang lebih besar pada ekosistem laut.
Direktur Polairud Polda Lampung, Kombes Pol Boby Pa’ludin Tambunan, mengungkapkan, "Kami menemukan tiga jenis operandi yang dilakukan oleh para tersangka yang sudah ditangkap."
Perubahan ini menunjukkan bahwa pelaku ilegal fishing terus beradaptasi untuk menghindari penegakan hukum. Dampaknya, kerusakan lingkungan laut dan kerugian ekonomi bagi nelayan lokal semakin mengkhawatirkan.
Modus Operandi Penangkapan Ikan Ilegal
Modus pertama yang diungkap adalah penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan. Para pelaku membeli bahan peledak secara online, dengan sistem bayar di tempat untuk menghindari jejak. "Jadi antara pembeli dan penjual ini tidak saling mengenal karena mereka sistem bayar di tempat. Faktanya untuk mengelabuhi petugas para pelaku bom ikan memanfaatkan anak-anak sebagai kurirnya untuk menghantarkan bahan peledak tersebut," jelas Kombes Pol Boby.
Modus kedua adalah penggunaan alat setrum. Perubahan signifikan terjadi pada alat setrum yang digunakan. "Kalau dulu setrum dengan manual dengan aki daya kecil digunakan di air tawar. Sekarang menggunakan dinamo disambung dengan genset dan menghasilkan tegangan yang besar sekitar 300 volt, dan terbaru bahwa alat setrum tidak hanya digunakan di air tawar, tapi juga di air laut," ungkap Kombes Pol Boby. Penggunaan alat setrum bertegangan tinggi di laut menyebabkan kerusakan ekosistem yang lebih besar karena tidak hanya ikan besar, tetapi juga ikan kecil dan terumbu karang ikut rusak.
Modus ketiga adalah penggunaan jaring trol dengan ukuran yang tidak sesuai regulasi. "Jaring trol itu, kalau menurut undang-undang, yang bisa digunakan itu mata kail sebesar 2 inci tapi para pelaku mengubahnya lebih kecil menjadi 0,5 inci, sehingga tidak hanya ikan besar, tapi ikan kecil juga dapat terkena semua sehingga ini merusak ekosistem," kata Kombes Pol Boby. Penggunaan jaring trol ukuran kecil ini menyebabkan penangkapan ikan secara tidak selektif, merusak ekosistem laut, dan merugikan nelayan lokal.
Pelaku Ilegal Fishing Bukan Hanya Nelayan Lokal
Kombes Pol Boby juga menambahkan bahwa pelaku ilegal fishing bukan hanya berasal dari nelayan lokal Lampung. "Sumber daya ikan Lampung tidak hanya menarik nelayan lokal saja, tetapi ada pencari ikan dari wilayah lain yang masuk ke perairan provinsi ini untuk mencari ikan dengan cara-cara kurang terpuji." Sebagai contoh, nelayan dari Jambi telah diamankan karena menggunakan jaring trol ilegal.
Penangkapan ikan ilegal merupakan masalah serius yang mengancam keberlanjutan sumber daya perikanan dan ekosistem laut di Lampung. Perubahan modus operandi yang semakin canggih menunjukkan perlunya strategi penegakan hukum yang lebih efektif dan kolaboratif untuk melindungi kekayaan laut Indonesia.
Ditpolairud Polda Lampung berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik ilegal fishing. Kerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat sangat penting untuk memberantas praktik ini dan menjaga kelestarian sumber daya perikanan di Lampung.