Nasib Dokter PTT di Mukomuko Menggantung, Dinkes Surati Bupati
Dinas Kesehatan Mukomuko menyurati Bupati terkait nasib dokter PTT menyusul larangan pemerintah terhadap pengangkatan tenaga honorer baru, mengancam pelayanan kesehatan di beberapa puskesmas.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, tengah berupaya mencari solusi atas nasib para dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di wilayahnya. Hal ini menyusul terbitnya aturan pemerintah yang melarang pengangkatan tenaga honorer baru atau tenaga non-Aparatur Sipil Negara (ASN). Surat resmi telah dikirimkan kepada Bupati Mukomuko untuk meminta arahan dan solusi terkait permasalahan ini.
Kekhawatiran akan dampak kebijakan ini terhadap pelayanan kesehatan di Kabupaten Mukomuko sangat beralasan. Pasalnya, beberapa Puskesmas di daerah tersebut sangat bergantung pada tenaga dokter PTT untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Minimnya jumlah dokter PNS dan P3K di beberapa fasilitas kesehatan menjadi latar belakang pentingnya keberadaan dokter PTT.
Sekretaris Dinkes Mukomuko, Jajad Sudrajat, menjelaskan bahwa surat tersebut merupakan langkah proaktif untuk memastikan kelangsungan pelayanan kesehatan di Puskesmas Pondok Suguh, Puskesmas Bantal, dan Puskesmas Retak Mudik. Ketiga puskesmas tersebut dilaporkan kekurangan tenaga dokter, dan dokter PTT menjadi andalan dalam memberikan pelayanan medis kepada masyarakat setempat. "Dengan adanya larangan pengangkatan tenaga honorer non ASN dari pemerintah, maka kami membuat telaah staf disampaikan kepada Bupati Mukomuko tentang dokter PTT di puskesmas," kata Jajad Sudrajat.
Kekurangan Dokter di Puskesmas Mukomuko
Berdasarkan data yang dihimpun Dinkes Mukomuko, Puskesmas Pondok Suguh hanya memiliki satu dokter P3K, Puskesmas Retak Mudik hanya memiliki satu dokter tenaga kerja sukarela, dan Puskesmas Bantal hanya memiliki satu dokter PNS. Kondisi ini menunjukkan kekurangan yang signifikan dalam jumlah tenaga medis di ketiga puskesmas tersebut.
Pengangkatan dokter dan bidan PTT sebelumnya didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2013. Namun, hal ini kini dipertanyakan dengan adanya Surat Edaran Sekretaris Daerah Nomor 800/206/E.3/II/2025 tanggal 17 Februari 2025 yang menegaskan larangan pengangkatan tenaga honorer baru atau tenaga non-ASN.
Dinkes Mukomuko berharap adanya solusi agar dokter PTT yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam pelayanan kesehatan di daerah terpencil tersebut tidak terdampak kebijakan tersebut. Keberadaan dokter PTT dinilai sangat penting untuk memperkuat pelayanan primer dan sekunder di puskesmas-puskesmas tersebut.
Mencari Solusi untuk Pelayanan Kesehatan Optimal
Dinkes Mukomuko dalam suratnya kepada Bupati Mukomuko meminta saran dan petunjuk terkait penegasan surat larangan pengangkatan tenaga honorer baru. Mereka berharap agar dokter PTT yang ada di puskesmas tidak termasuk dalam kategori larangan tersebut, mengingat pentingnya peran mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat.
Pihak Dinkes Mukomuko menekankan bahwa keberadaan dokter PTT merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga dokter di daerah terpencil dan memperkuat pelayanan kesehatan di tingkat primer dan sekunder. Mereka berharap Bupati Mukomuko dapat memberikan solusi yang tepat agar pelayanan kesehatan di Kabupaten Mukomuko tetap berjalan optimal.
Permasalahan ini menjadi sorotan penting karena menyangkut akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Solusi yang tepat dan cepat dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk memastikan kelangsungan pelayanan kesehatan di Kabupaten Mukomuko.
- Puskesmas Pondok Suguh: 1 dokter P3K
- Puskesmas Retak Mudik: 1 dokter tenaga kerja sukarela
- Puskesmas Bantal: 1 dokter PNS
Ketiga puskesmas tersebut membutuhkan tambahan tenaga dokter untuk memberikan pelayanan medis yang optimal. Semoga pemerintah daerah dapat segera menemukan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan ini.