Pakar Hukum Internasional UI Dorong Perspektif Negara Berkembang
Guru Besar Hukum Internasional UI, Prof. Hikmahanto Juwana, dan Dekan FH Universitas Pancasila, Eddy Pratomo, mendorong agar hukum internasional mengakomodasi suara negara berkembang, khususnya dalam konteks UNCLOS.
Jakarta, 10 Mei 2024 - Indonesia kembali menunjukkan komitmennya dalam kancah hukum internasional. Dua pakar hukum terkemuka, Prof. Hikmahanto Juwana dari Universitas Indonesia dan Eddy Pratomo dari Universitas Pancasila, telah dicalonkan untuk posisi penting dalam lembaga internasional. Prof. Hikmahanto berharap dapat memperjuangkan perspektif negara berkembang dalam hukum internasional, sementara Eddy Pratomo fokus pada isu hukum laut.
Pencalonan ini menandai langkah signifikan Indonesia dalam berkontribusi pada pembentukan hukum internasional yang lebih inklusif dan representatif. Baik Prof. Hikmahanto maupun Eddy Pratomo memiliki rekam jejak yang mumpuni di bidang hukum internasional, sehingga pencalonan mereka semakin memperkuat posisi Indonesia di panggung global.
Prof. Hikmahanto, yang dicalonkan sebagai anggota Komisi Hukum Internasional (ILC) PBB periode 2028-2032, menekankan pentingnya memasukkan nilai-nilai universal dalam hukum internasional. Ia berjanji akan memperjuangkan agar suara dan perspektif negara berkembang didengar dan dipertimbangkan dalam proses pembentukan hukum internasional.
Menyertakan Pandangan Negara Berkembang dalam Hukum Internasional
Prof. Hikmahanto menyatakan, "Jadi, harusnya hukum internasional itu, nilai-nilai yang diambil itu (adalah) nilai-nilai universal." Pernyataan ini mencerminkan komitmennya untuk mendorong agar hukum internasional tidak hanya didominasi oleh kepentingan negara maju, tetapi juga mempertimbangkan realitas dan kebutuhan negara berkembang.
Pencalonan Prof. Hikmahanto ke ILC disambut baik oleh pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Luar Negeri. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk menempatkan warga negara Indonesia di lembaga-lembaga internasional yang berpengaruh.
Komitmen Prof. Hikmahanto untuk memperjuangkan suara negara berkembang sangat penting mengingat banyaknya isu global yang berdampak langsung pada negara-negara berkembang. Dengan partisipasinya di ILC, diharapkan akan terjadi perubahan signifikan dalam proses pengambilan keputusan di bidang hukum internasional.
Peran Indonesia dalam Hukum Laut Internasional
Sementara itu, Eddy Pratomo, yang dicalonkan sebagai hakim Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut (ITLOS) untuk masa kerja 2026-2035, memiliki fokus yang lebih spesifik pada hukum laut. Pengalamannya sebagai Duta Besar RI untuk Jerman dan Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI menjadikannya kandidat yang ideal untuk posisi tersebut.
Eddy berharap dapat berkontribusi dalam pembuatan pendapat penasihat (advisory opinion) mengenai Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS). Ia menyadari terbatasnya jumlah ahli hukum laut di Indonesia, namun tetap optimis dapat memberikan kontribusi yang signifikan.
Menurutnya, "Di Indonesia ini tidak sampai 10 orang (ahli) hukum lautnya. Dosen-dosen hukum laut itu jarang sekali. Apalagi dosen yang praktisi seperti saya." Pernyataan ini menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengembangkan kapasitas di bidang hukum laut.
Jika terpilih, Eddy bertekad untuk menyuarakan pandangan negara-negara kepulauan, khususnya Indonesia, dalam berbagai isu hukum maritim. Hal ini sangat penting mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki kepentingan yang besar dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut.
Tentang ILC dan ITLOS
ILC atau Komisi Hukum Internasional adalah lembaga yang mendorong perkembangan hukum internasional. Berbasis di Jenewa, Swiss, lembaga ini terdiri dari 34 pakar hukum internasional yang dipilih setiap lima tahun oleh Majelis Umum PBB dan memberikan rekomendasi tentang pengembangan dan kodifikasi hukum internasional.
ITLOS atau Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut, berpusat di Hamburg, Jerman, merupakan pengadilan internasional independen yang dibentuk berdasarkan UNCLOS. ITLOS bertugas menyelesaikan sengketa hukum terkait interpretasi dan penerapan UNCLOS, serta mengeluarkan putusan atas kasus-kasus yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut, perlindungan lingkungan laut, dan isu-isu hukum maritim lainnya.
Kedua lembaga ini memainkan peran penting dalam menjaga keteraturan dan keadilan dalam pemanfaatan laut secara global dan dalam perkembangan hukum internasional secara keseluruhan. Partisipasi Indonesia melalui Prof. Hikmahanto dan Eddy Pratomo diharapkan dapat memperkuat suara dan kepentingan negara berkembang di forum internasional.
Partisipasi aktif Indonesia dalam lembaga-lembaga internasional seperti ILC dan ITLOS menunjukkan komitmen negara dalam membangun sistem hukum internasional yang lebih adil dan berkeadilan bagi semua negara, termasuk negara berkembang.