Pakar Unair Kecam Penahanan Ijazah: Tindakan Pemaksaan dan Langgar Kebebasan Kerja
Pakar hukum Unair menyatakan penahanan ijazah oleh perusahaan sebagai tindakan pemaksaan yang bertentangan dengan prinsip kebebasan bekerja dan melanggar hak pekerja.
Surabaya, 23 April 2024 - Sebuah kecaman keras dilontarkan oleh Prof. Dr. M. Hadi Shubhan, SH, MH, CN, pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), terhadap praktik penahanan ijazah oleh perusahaan di Surabaya. Beliau menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bentuk pemaksaan yang bertentangan dengan prinsip dasar kebebasan bekerja. Pernyataan ini disampaikan setelah beliau dikonfirmasi mengenai maraknya praktik tersebut yang merugikan banyak pekerja.
Prof. Hadi menjelaskan bahwa ijazah merupakan dokumen pribadi yang melekat pada individu. Penahanan ijazah oleh perusahaan, menurutnya, merupakan pelanggaran hak asasi pekerja dan menciptakan ketidakseimbangan dalam hubungan kerja. Kondisi ini diperparah oleh posisi pekerja yang seringkali lemah dan sangat membutuhkan pekerjaan, sehingga mereka terpaksa menuruti kebijakan perusahaan yang sewenang-wenang.
Lebih lanjut, beliau menambahkan bahwa pekerja seringkali berada dalam situasi yang sulit. Mereka dipaksa untuk menerima kondisi tersebut karena kebutuhan ekonomi yang mendesak dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) jika menolak. Situasi ini menunjukkan ketidakadilan yang nyata dalam dunia kerja di Indonesia.
Praktik Penahanan Ijazah: Celah Hukum dan Dampaknya
Prof. Hadi menyoroti kurangnya regulasi nasional yang secara eksplisit melarang praktik penahanan ijazah. Hal ini, menurutnya, menjadi celah hukum yang dimanfaatkan oleh sebagian pengusaha. Meskipun belum ada aturan di tingkat nasional, Provinsi Jawa Timur telah memiliki payung hukum yang mengatur hal ini, yaitu Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2016.
Perda tersebut secara tegas melarang pengusaha menahan dokumen pribadi pekerja, termasuk ijazah, KTP, SIM, dan Kartu Keluarga (KK). Namun, kurangnya regulasi di tingkat nasional masih menjadi kendala dalam penegakan hukum dan perlindungan hak pekerja secara menyeluruh di Indonesia.
Lebih jauh, Prof. Hadi menjelaskan dampak serius dari praktik penahanan ijazah terhadap karier dan kehidupan pekerja. Mereka kehilangan kesempatan untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik atau melanjutkan pendidikan karena tidak memiliki akses terhadap ijazah mereka sendiri. Hal ini jelas menghambat perkembangan dan kemajuan pekerja.
Beliau juga menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja yang menjadi korban praktik ini. Pekerja berhak untuk mendapatkan keadilan dan perlindungan atas hak-haknya.
Sanksi Hukum bagi Perusahaan yang Menahan Ijazah
Terkait sanksi hukum, Prof. Hadi menjelaskan bahwa perusahaan yang terbukti menahan ijazah pekerja dapat dikenai sanksi perdata maupun administratif. Pekerja dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk mendapatkan keadilan dan ganti rugi atas kerugian yang diderita.
Selain itu, pengawas ketenagakerjaan juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada perusahaan yang melanggar aturan. Bahkan, sesuai dengan ketentuan dalam Perda Jawa Timur, pelaku juga dapat dikenai sanksi pidana berupa kurungan penjara. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah dalam menangani masalah ini.
Kesimpulannya, penahanan ijazah oleh perusahaan merupakan praktik yang tidak hanya melanggar hak asasi pekerja tetapi juga menghambat kemajuan dan perkembangan mereka. Perlu adanya regulasi nasional yang lebih tegas dan komprehensif untuk melindungi hak-hak pekerja dan mencegah praktik ini terus terjadi. Pekerja juga didorong untuk berani melaporkan dan memperjuangkan hak-haknya melalui jalur hukum yang tersedia.