Pengelolaan Zakat oleh Negara: Sah dan Penting, Tegaskan Ketua MUI
Ketua MUI, KH Masduki Baidlowi, menegaskan pengelolaan zakat oleh negara sesuai fatwa MUI dan penting untuk kesejahteraan masyarakat serta penanggulangan kemiskinan.
Jakarta, 18 Mei 2024 - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Informasi dan Komunikasi, KH Masduki Baidlowi, memberikan penegasan pentingnya dan kesesuaian hukum keterlibatan negara dalam pengelolaan zakat. Pernyataan ini disampaikan melalui keterangan pers di Jakarta pada Minggu lalu, merujuk pada Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat.
Menurut KH Masduki, Fatwa MUI tersebut secara jelas menunjukkan peran penting pemerintah dalam memfasilitasi pembentukan amil zakat. Fatwa tersebut menjabarkan dua model pembentukan amil zakat: pertama, diangkat langsung oleh pemerintah; dan kedua, dibentuk oleh masyarakat kemudian disahkan oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan adanya sinergi yang krusial antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan zakat.
Lebih lanjut, beliau menjelaskan, "Pemerintah dan masyarakat sama-sama menjalankan peran penting dalam pengelolaan zakat. Peran pemerintah tidak diabaikan, partisipasi masyarakat tetap difasilitasi." Pernyataan ini menegaskan bahwa kolaborasi antara negara dan masyarakat merupakan kunci keberhasilan dalam mengelola zakat secara efektif dan efisien.
Peran Negara dalam Pengelolaan Zakat: Perspektif Hukum Islam
KH Masduki menjabarkan salah satu rujukan dalam konsiderans fatwa tersebut, yaitu pendapat Ibnu Qosim dalam Kitab Fathul Qorib (Syarah Bajuri). Ibnu Qosim mendefinisikan amil sebagai seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat. Hal ini memberikan dasar hukum Islam yang kuat atas keterlibatan negara dalam pengelolaan zakat.
Berdasarkan rujukan tersebut, KH Masduki menilai terdapat peran negara yang sangat signifikan dalam pembentukan amil zakat guna mengoptimalkan pencapaian tujuan kemaslahatan umat. Keterlibatan negara bukan semata-mata intervensi, melainkan fasilitasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pengelolaan zakat.
Beliau menambahkan, "Relasi agama dan negara di Indonesia ini khas. Meskipun bukan negara agama, Indonesia bukan negara yang meminggirkan urusan agama. Relasi agama dan negara bersifat simbiotik. Negara tidak masuk ke wilayah doktrin agama, tapi memfasilitasi tata kelola urusan agama." Pernyataan ini menggarisbawahi karakteristik unik hubungan agama dan negara di Indonesia.
Baznas: Lembaga Pemerintah yang Memfasilitasi Pengelolaan Zakat
KH Masduki menegaskan bahwa negara tidak mewajibkan zakat, namun karena zakat memiliki dimensi publik yang signifikan dalam mendukung pencapaian kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, negara memberikan dukungan, salah satunya melalui pembentukan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Sesuai dengan UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pemerintah Indonesia membentuk Baznas sebagai lembaga pemerintah non-struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden. Meskipun berstatus lembaga pemerintah, keanggotaan Baznas mayoritas berasal dari unsur masyarakat, dengan komposisi sebelas orang anggota, delapan di antaranya berasal dari unsur masyarakat.
KH Masduki menjelaskan, "Izin dan rekomendasi ini lebih dalam kerangka agar lebih terintegrasi dan sama-sama menjaga akuntabilitas, sehingga daya guna dan hasil gunanya makin efektif." Hal ini menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam hal ini difokuskan pada pengawasan dan fasilitasi untuk memastikan pengelolaan zakat berjalan dengan transparan dan akuntabel.
Dengan demikian, keterlibatan negara dalam pengelolaan zakat di Indonesia bukan merupakan bentuk intervensi, melainkan bentuk fasilitasi dan dukungan untuk mencapai tujuan kemaslahatan umat. Hal ini sejalan dengan prinsip simbiotik antara agama dan negara di Indonesia, di mana negara memfasilitasi tata kelola urusan agama tanpa mengintervensi doktrin keagamaan.