Putusan MK: Tonggak Demokrasi atau Ancaman Baru? PKS Angkat Bicara
Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting terkait pasal kritik di UU ITE; PKS sebut putusan ini tonggak demokrasi, namun perlu diimbangi literasi digital.
Jakarta, 2 Mei 2024 - Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa kritik di ruang digital tidak dapat dipidana hanya karena menimbulkan kegaduhan. Putusan ini disambut positif oleh berbagai pihak, termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang menyebutnya sebagai tonggak penting bagi demokrasi Indonesia. Namun, di balik euforia tersebut, muncul pula pertanyaan tentang bagaimana memastikan putusan ini tidak disalahgunakan dan bagaimana meningkatkan literasi digital masyarakat.
Anggota DPR RI dan Juru Bicara PKS, Muhammad Kholid, menyatakan bahwa putusan MK Nomor 115/PUU-XXII/2024 ini merupakan langkah maju dalam melindungi kebebasan berekspresi dan mencegah kriminalisasi kritik publik. Ia menekankan pentingnya negara yang kuat dibangun dari keberanian mendengar dan menjawab kritik masyarakat dengan bijak. "Kritik itu seperti vitamin. Mungkin terasa pahit, tetapi justru itulah yang menyehatkan demokrasi," ujar Kholid dalam keterangannya di Jakarta.
Putusan MK ini juga memberikan kejelasan hukum terkait frasa 'kerusuhan' dan 'orang lain' dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK menegaskan bahwa 'kerusuhan' hanya berlaku untuk gangguan ketertiban di ruang fisik, bukan di dunia maya. Sementara itu, frasa 'orang lain' tidak mencakup lembaga pemerintah, institusi, jabatan, atau profesi. Artinya, kritik terhadap institusi negara tidak bisa lagi dipidana hanya karena dianggap menyerang nama baik.
Kebebasan Berekspresi dan Literasi Digital
Kholid menjelaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan fondasi demokrasi. Memidana kritik, menurutnya, hanya akan menimbulkan kecurigaan dan rasa takut di antara masyarakat. Namun, ia juga menekankan pentingnya literasi digital agar kebebasan ini tidak disalahgunakan. "Kebebasan berekspresi harus diiringi dengan kemampuan publik untuk menyampaikan pendapat secara faktual, etis, dan konstruktif," tegasnya.
Pentingnya literasi digital di era demokrasi digital menjadi sorotan. Kholid berharap putusan MK ini mendorong tumbuhnya lingkungan publik yang sehat, di mana warga negara dapat berdiskusi, mengkritik, dan berpartisipasi dalam pembangunan negara tanpa rasa takut. Namun, hal ini harus dilakukan dengan cara yang cerdas dan bertanggung jawab.
Ia menambahkan bahwa demokrasi digital yang sehat membutuhkan regulasi yang adil dan warga negara yang melek informasi serta berdaya secara digital. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, media, dan lembaga pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem digital yang bebas, kritis, dan beradab.
Adaptasi UU ITE dan Harapan ke Depan
Kholid juga mendorong agar UU ITE segera disesuaikan dengan putusan MK. Hal ini penting agar masyarakat yang ingin menyampaikan kritik tidak kehilangan harapan dan dapat berpartisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Putusan MK ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk menciptakan ruang publik yang lebih inklusif dan demokratis.
Lebih lanjut, Kholid menekankan bahwa putusan MK ini bukan hanya sekadar kemenangan hukum, tetapi juga sebuah tanggung jawab bersama untuk membangun demokrasi digital yang lebih sehat dan bermartabat. Masyarakat perlu meningkatkan literasi digital agar dapat memanfaatkan kebebasan berekspresi dengan bijak dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, putusan MK ini diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam memperkuat demokrasi Indonesia, tetapi keberhasilannya juga bergantung pada kesadaran dan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat dalam memanfaatkannya secara bijak dan bertanggung jawab.