Ramadan: Madrasah Membentuk Pribadi Muslim Wasatiah
Guru Besar UIN Jakarta mengajak umat Muslim menjadikan bulan Ramadan sebagai sarana membentuk pribadi yang moderat dan menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan, toleransi, dan empati.
Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Bulan Ramadan, menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Andi Faisal Bakti, seharusnya menjadi momentum penting bagi umat Muslim untuk membentuk pribadi wasatiah, atau moderat. Pernyataan ini disampaikan di Jakarta pada Rabu, 26 Maret 2024, sebagai ajakan untuk meningkatkan kualitas ibadah sekaligus memperkuat empati dan hubungan antar sesama, tak terkecuali antar umat beragama. Prof. Andi menekankan pentingnya bulan puasa sebagai sarana pembelajaran (madrasah) untuk mencapai pribadi Muslim yang seimbang dan toleran, bukan hanya berfokus pada ibadah individual.
Prof. Andi menjelaskan bahwa konsep wasatiah dalam Islam mencerminkan keseimbangan dan keadilan, seperti wasit dalam sepak bola yang harus netral. Ia mengingatkan bahaya sikap ekstrem dalam beragama yang dapat menimbulkan keresahan, sekaligus menentang sikap apatis. Ajakan ini muncul sebagai respons terhadap tantangan untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian di tengah keberagaman.
Lebih lanjut, Prof. Andi menekankan pentingnya pemahaman bahwa Islam adalah agama yang inklusif, merangkul semua umat manusia tanpa diskriminasi. Hal ini sejalan dengan Surah Al-Baqarah ayat 143 yang menyebut umat Islam sebagai umat wasatiah. Dengan demikian, bulan Ramadan bukan hanya waktu untuk meningkatkan ibadah pribadi, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kesalehan sosial dan memperkuat persaudaraan, baik antar sesama Muslim maupun dengan pemeluk agama lain.
Ramadan sebagai Momentum Penting Membangun Empati dan Toleransi
Prof. Andi mendorong umat Islam untuk memanfaatkan bulan Ramadan sebagai kesempatan untuk meningkatkan toleransi dan empati, bukan hanya kepada sesama Muslim, tetapi juga kepada pemeluk agama lain. Hal ini penting untuk meredam potensi ketegangan dan menciptakan suasana yang damai dan harmonis. Beliau menekankan bahwa Islam mengajarkan kasih sayang kepada semua makhluk ciptaan Allah SWT., tanpa memandang perbedaan suku, ras, atau agama.
Sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan sangat penting untuk diimplementasikan. Islam, menurut Prof. Andi, adalah agama yang terbuka dan moderat, yang justru merangkul dan menghargai kepercayaan agama lain. Oleh karena itu, sikap merasa paling benar dan menghakimi orang yang berbeda keyakinan harus dihindari.
Dengan memahami konsep wasatiah, umat Islam diharapkan dapat menghindari sikap ekstrem dalam beragama. Namun, di sisi lain, sikap acuh tak acuh juga harus dihindari. Bulan Ramadan, menurut Prof. Andi, merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan diri dan membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama.
Menjadikan Bulan Puasa sebagai Madrasah untuk Kesalehan Sosial
Prof. Andi menekankan pentingnya menjadikan bulan Ramadan sebagai madrasah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT., serta meningkatkan kualitas kesalehan sosial. Ini berarti, ibadah puasa tidak hanya berfokus pada ritual individual, tetapi juga pada tindakan nyata untuk kebaikan sesama.
Bulan Ramadan, menurutnya, menjadi momentum yang sangat luar biasa untuk saling bersolidaritas, bukan hanya sesama umat Islam, tetapi juga kepada penganut agama lain. Saling memaafkan dan menghargai merupakan bagian penting dari proses peningkatan kesalehan sosial ini.
Dengan demikian, bulan Ramadan bukan hanya waktu untuk beribadah secara individual, tetapi juga untuk memperkuat ikatan sosial dan membangun hubungan yang harmonis dengan sesama, tanpa memandang perbedaan agama dan latar belakang.
Prof. Andi berharap bulan Ramadan dapat menjadi momentum refleksi diri untuk saling memaafkan dan menghargai. Ini merupakan kesempatan untuk membangun pribadi yang lebih baik, lebih toleran, dan lebih empati.
Dengan demikian, ajakan Prof. Andi untuk menjadikan bulan Ramadan sebagai madrasah pembentuk pribadi wasatiah merupakan seruan yang relevan dan penting dalam konteks kehidupan bermasyarakat yang majemuk dan pluralis.