Refleksi 24 Tahun Konflik Maluku: Lappan Dorong Perdamaian lewat Generasi Muda
Yayasan Lappan Maluku menggelar refleksi 24 tahun konflik Maluku bersama anak muda, menekankan pentingnya toleransi dan perdamaian di tengah keberagaman masyarakat Maluku.
Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) Maluku baru-baru ini menggelar refleksi 24 tahun konflik Maluku. Kegiatan yang melibatkan anak-anak usia 13-19 tahun dan kader Sahabat Perempuan, Peduli Anak (kaderSAPA) di Negeri Tengah-tengah, Kecamatan Salahutu, Maluku Tengah ini bertujuan menumbuhkan toleransi dan merawat perdamaian di daerah tersebut.
Direktur Yayasan Lappan, Baihajar Tualeka, menjelaskan pentingnya refleksi ini. Menurutnya, anak muda merupakan aset penting bagi masa depan Maluku. Mereka perlu dididik untuk memiliki kepekaan sosial dan memiliki harapan untuk masa depan yang lebih baik, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga komunitas mereka. Dengan pemahaman ini, anak-anak diharapkan tumbuh menjadi agen perubahan sosial dan perdamaian.
Tualeka menambahkan bahwa, "Anak-anak akan tumbuh menjadi agen perubahan sosial dan perdamaian. Hari ini 24 tahun berlalu, ada anak yang menuturkan bahwa orang tua bercerita tentang kejadian konflik saat itu."
Dalam sesi refleksi, anak-anak banyak bercerita tentang kehidupan sehari-hari, termasuk memilih teman dan memaknai kehidupan pluralisme. Mereka memahami pluralisme sebagai hukum Tuhan yang harus dijaga dan dirawat. Nilai saling menghargai dan menghormati antar sesama menjadi poin penting dalam diskusi.
Meskipun anak-anak ini tumbuh di era pasca-konflik, bahkan ada yang lahir setelah konflik berakhir, mereka tetap perlu memahami sejarah dan dampak konflik. LAPPAN berupaya membangun pemahaman ini secara bertahap dan positif.
Salah satu fokus kegiatan adalah bagaimana anak-anak memilih teman. "Anak-anak menuturkan bahwa dalam memilih teman, kita tidak harus memilih yang hanya satu agama. Bila ada teman baik, sebaiknya tidak memandang dari suku, agama, kelas sosial apapun," jelas Tualeka.
Refleksi 24 tahun konflik sosial tahun 1999 ini penting untuk menumbuhkan nilai-nilai toleransi di sekolah dan komunitas. Tujuannya, mendorong anak-anak untuk memahami dan memaknai kehidupan keberagaman dalam keseharian, serta mencegah mereka dari pengaruh provokasi dan isu intoleransi.
LAPPAN menyadari pentingnya membangun pemahaman anak-anak tentang isu-isu sosial dan menanamkan rasa empati. Hal ini dinilai krusial dalam menjaga dan merawat perdamaian di tengah masyarakat yang majemuk.
Kesimpulannya, upaya LAPPAN merefleksikan konflik Maluku dan melibatkan generasi muda dalam membangun perdamaian merupakan langkah strategis. Dengan memahami sejarah dan membangun nilai-nilai toleransi sejak dini, diharapkan Maluku dapat terus menjaga kedamaian dan kerukunan di masa mendatang.