Revisi UU Pariwisata: Kunci Kebangkitan Ekonomi Daerah?
Revisi UU Kepariwisataan tengah dibahas DPR, diharapkan mampu menjawab tantangan struktural dan menjadi kunci kebangkitan ekonomi daerah melalui pengembangan potensi wisata lokal.
Pariwisata, kini menjadi pilar penting ekonomi nasional, bahkan kunci pertumbuhan ekonomi pascapandemi COVID-19. Indonesia, yang sempat mengalami penurunan drastis kunjungan wisatawan pada 2021, mencatat angka kunjungan lebih dari 13,9 juta pada 2024, tertinggi dalam lima tahun terakhir. Namun, pengelolaan pariwisata masih menghadapi tantangan struktural, mendorong revisi UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Revisi UU Kepariwisataan ini menjadi momentum penting untuk menata ulang kebijakan pariwisata nasional secara menyeluruh dan berkelanjutan. RUU yang tengah dibahas DPR diharapkan mampu mengatasi hambatan pengembangan sektor ini, termasuk penguatan SDM pariwisata, promosi yang lebih masif, penataan objek wisata berkelanjutan, pembenahan kelembagaan, dan peningkatan penerimaan negara. Beberapa negara berhasil membangkitkan sektor pariwisata mereka melalui reformasi visa dan acara internasional, contohnya Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.
Indonesia, sebaliknya, menghadapi tantangan. Kebijakan pencabutan bebas visa dan diganti dengan visa on arrival mengurangi daya saing. Padahal, reformasi visa, konektivitas udara, ekowisata, dan bleisure travel menjadi pendorong utama kebangkitan pariwisata global. Tantangan ini terasa di daerah, misalnya Sumatera Utara, yang memiliki potensi besar namun belum optimal karena kurangnya sinergi promosi, pendidikan pariwisata, pengelolaan objek wisata, dan investasi, serta lemahnya koordinasi pemerintah pusat dan daerah.
Penguatan SDM dan Promosi Pariwisata
Revisi UU harus fokus pada penguatan pendidikan dan pelatihan vokasi pariwisata berbasis kebutuhan pasar dan teknologi digital. Skema promosi terpadu lintas kementerian dan daerah dengan pendanaan proporsional sangat diperlukan. Pendekatan keberlanjutan yang melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan objek wisata juga krusial.
Contohnya, pengembangan potensi wisata di Sumatera Utara seperti Danau Toba, Berastagi, Nias, atau kawasan perbukitan Karo dan Mandailing membutuhkan sinergi yang kuat. Potensi wisata budaya, alam, dan sejarah yang melimpah perlu dikelola dengan baik dan dipromosikan secara terintegrasi.
Pemerintah daerah perlu meningkatkan peran Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) untuk pengembangan pasar lokal dan internasional. Kolaborasi yang efektif antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk mengoptimalkan potensi pariwisata di setiap daerah.
Penataan Objek Wisata dan Keberlanjutan
Penataan objek wisata dan isu keberlanjutan menjadi fokus penting dalam revisi UU. Konsep pariwisata berkelanjutan yang ramah lingkungan semakin diminati wisatawan mancanegara. Indonesia perlu menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan objek wisatanya.
Hal ini mencakup pengelolaan sampah, pelestarian lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat lokal. Dengan melibatkan masyarakat lokal, diharapkan akan tercipta keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Penting untuk memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak merusak lingkungan dan budaya lokal. Pariwisata berkelanjutan akan memberikan manfaat jangka panjang bagi Indonesia.
Pembenahan Kelembagaan dan Peningkatan Penerimaan Negara
Revisi UU juga harus mencakup pembenahan kelembagaan, termasuk penguatan peran BPPD dan kejelasan relasi kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Koordinasi yang baik antara berbagai pihak sangat penting untuk keberhasilan pengembangan pariwisata.
Peningkatan penerimaan negara dari sektor pariwisata juga menjadi tujuan penting. Hal ini dapat dicapai melalui dukungan investasi dan skema retribusi yang adil. Reformasi kebijakan visa dan peningkatan konektivitas udara akan memudahkan akses bagi wisatawan mancanegara.
Dengan demikian, sektor pariwisata dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional. Peningkatan penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengembangan sektor pariwisata yang lebih berkelanjutan.
Kesimpulan
Revisi UU Kepariwisataan harus menjadi fondasi baru pengembangan sektor ini. Penguatan SDM, promosi terpadu, penataan objek wisata berkelanjutan, pembenahan kelembagaan, dan peningkatan penerimaan negara menjadi kunci. Dengan regulasi yang tepat dan koordinasi yang efektif, Indonesia dapat memanfaatkan potensi pariwisata untuk mendorong kebangkitan ekonomi daerah, khususnya di luar Jawa, seperti Sumatera Utara. UU yang lahir harus responsif terhadap dinamika global dan kebutuhan daerah, membuka jalan bagi pariwisata Indonesia yang lebih tangguh dan berkelanjutan. "Indonesia tidak boleh tertinggal dalam perlombaan global sektor pariwisata," kata Rioberto Sidauruk, Tenaga Ahli Komisi VII DPR RI dan pemerhati kebijakan industri dan pariwisata.