Revisi UU TNI: Akomodir Peran Militer di Instansi Sipil, Jaga Supremasi Sipil?
Gubernur Lemhannas, Ace Hasan Syadzily, menjelaskan revisi UU TNI bertujuan mengakomodasi peran militer di instansi sipil seperti BNPB dan BNPT, sembari menegaskan supremasi sipil tetap diutamakan.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Ace Hasan Syadzily, baru-baru ini menjelaskan tujuan di balik revisi Undang-Undang (UU) TNI yang tengah dibahas DPR RI. Revisi tersebut, menurutnya, bertujuan mengakomodasi peran personel militer di berbagai instansi pemerintah. Pernyataan ini disampaikan Ace saat ditemui di Balai Kota Jakarta pada Senin, 17 Maret 2024.
Ace menekankan bahwa dalam konteks negara demokrasi, fungsi TNI difokuskan pada pertahanan negara, sementara kepolisian menangani keamanan. Namun, ia mengakui beberapa lembaga membutuhkan keahlian dan kapasitas personel militer. Ia mencontohkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga yang membutuhkan kontribusi TNI.
Penjelasan Ace ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran publik mengenai perluasan peran TNI di sektor sipil. Ia menegaskan bahwa kehadiran TNI di lembaga-lembaga tersebut bertujuan untuk menjaga kedaulatan negara, terutama dalam menghadapi ancaman terorisme dan bencana alam. Menurut Ace, TNI memiliki kemampuan untuk memberikan respon yang lebih cepat dan efektif dalam situasi darurat.
Revisi UU TNI: Menjawab Kebutuhan Aktual
Ace berpendapat bahwa regulasi yang ada saat ini belum mengakomodasi peran TNI di beberapa instansi pemerintahan. Oleh karena itu, revisi UU TNI dinilai relevan untuk memberikan payung hukum yang jelas dan memastikan penempatan personel militer di lembaga-lembaga tersebut sesuai aturan. Ia menekankan bahwa revisi ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, bukan untuk mengembalikan dwi fungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.
Lebih lanjut, Ace menegaskan kembali komitmen pemerintah terhadap supremasi sipil sebagai prinsip utama dalam penyelenggaraan negara. Revisi UU TNI, menurutnya, tidak akan menggoyahkan prinsip tersebut. Tujuan utama revisi ini adalah untuk memperjelas peran TNI dalam konteks kekinian dan memastikan kesiapan negara menghadapi berbagai tantangan.
Ace juga menjelaskan bahwa revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tidak hanya mencakup penambahan usia pensiun prajurit, tetapi juga mengatur penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga. Hal ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan akan keahlian dan kapasitas personel militer di berbagai sektor.
Perubahan Usia Pensiun dan Penempatan Prajurit
Salah satu poin penting dalam revisi UU TNI adalah penambahan usia pensiun. Usulan revisi ini akan menetapkan usia pensiun 58 tahun untuk bintara dan tamtama, serta 60 tahun untuk perwira. Bahkan, ada kemungkinan perpanjangan masa dinas hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional.
Selain itu, revisi UU TNI juga akan mengatur ulang penempatan prajurit aktif di kementerian/lembaga. Aturan ini akan mengakomodasi kebutuhan yang semakin meningkat akan keahlian dan pengalaman personel militer di berbagai instansi pemerintah. Revisi ini diharapkan dapat memberikan kerangka hukum yang lebih jelas dan terukur terkait peran TNI di sektor sipil.
Dengan demikian, revisi UU TNI ini bertujuan untuk memperbarui aturan yang sudah ada agar sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan negara. Ace Hasan Syadzily menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk menjaga supremasi sipil, sambil mengakui perlunya peran TNI dalam menjaga keamanan dan kedaulatan negara di berbagai sektor.
Revisi ini diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat dan seimbang antara kebutuhan akan keahlian militer di sektor sipil dengan prinsip supremasi sipil dalam sistem pemerintahan Indonesia.