RI Jajaki Kerja Sama Pertambangan dengan Australia: Defisit Perdagangan Jadi Sorotan
Indonesia dan Northern Territory, Australia, dorong kerja sama pertambangan strategis, di tengah defisit perdagangan bilateral yang signifikan pada tahun 2024.
Indonesia dan Pemerintah Northern Territory (NT), Australia, tengah berupaya memperkuat kerja sama strategis di bidang pertambangan. Hal ini diwujudkan melalui konferensi bisnis yang berlangsung di Darwin, Australia, pada Jumat, 2 Mei 2025. Konferensi yang diprakarsai oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Canberra, Konsulat RI di Darwin, dan Pemerintah Northern Territory ini bertujuan untuk mempertemukan para pemangku kepentingan sektor pertambangan dari kedua negara. Upaya ini dilakukan di tengah defisit perdagangan Indonesia dengan Australia yang cukup besar pada tahun 2024.
Menurut keterangan tertulis KBRI Canberra, Duta Besar RI untuk Australia, Siswo Pramono, menyatakan bahwa pertemuan tersebut sangat penting untuk menjaga momentum kerja sama Indonesia-Australia di sektor sumber daya mineral. Dubes Siswo mengapresiasi peran Pemerintah Northern Territory dalam membuka peluang investasi pertambangan di wilayahnya, termasuk memperhatikan aspek lingkungan, logistik, dan budaya. Kunjungan lapangan ke Proyek Emas Mt. Todd pada Kamis, 1 Mei 2025, juga telah dilakukan sebagai bagian dari upaya tersebut.
Dubes Siswo meyakini bahwa infrastruktur politik yang kuat antara Indonesia, Australia, dan Pemerintah Northern Territory akan mendukung kerja sama dalam menghadapi dinamika geopolitik global. Hal ini sekaligus memperkuat kerja sama bilateral kedua negara. Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI, Cecep Yasin, menegaskan komitmen Indonesia untuk mendorong kolaborasi di sektor mineral kritis, termasuk dengan Australia. Beliau juga menyampaikan kondisi kerja sama saat ini dan arah pengembangannya di masa mendatang dalam konferensi bisnis tersebut.
Potensi Kerja Sama Pertambangan Indonesia-Australia
Menteri Perdagangan, Bisnis, dan Keterlibatan Asia Northern Territory, Robyn Cahill, menekankan komitmen pemerintah wilayahnya untuk memperkuat kemitraan dengan Indonesia dan mendorong kerja sama di sektor pertambangan. Konferensi bisnis dan kunjungan lapangan ke Proyek Emas Mt. Todd dirancang untuk menunjukkan peluang dan potensi kolaborasi di bidang mineral. KBRI Canberra menyatakan bahwa konferensi tersebut merupakan penutup rangkaian kunjungan bisnis kerja sama mineral kritis di Perth dan Darwin yang berlangsung dari 29 April hingga Mei 2025.
Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan nilai perdagangan antara kedua negara. Meskipun pada tahun 2024 nilai perdagangan Indonesia-Australia mencapai sekitar 15,39 miliar dolar AS (sekitar Rp246,2 triliun), terdapat defisit perdagangan yang cukup besar bagi Indonesia. Ekspor Indonesia ke Australia mencapai 4,95 miliar dolar AS (Rp79,2 triliun), sementara impor mencapai 10,44 miliar dolar AS (Rp167 triliun), sehingga menghasilkan defisit sebesar 5,49 miliar dolar AS (Rp87,84 triliun).
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Australia meliputi produk kerajinan, perabotan rumah, tekstil, pupuk mineral/kimia, aparatus televisi, minyak petroleum, perangkat telepon, dan kayu. Sebaliknya, impor Indonesia dari Australia didominasi oleh bahan bakar mineral, sereal (seperti gandum), logam mulia, dan perhiasan/permata. Kerja sama di sektor pertambangan diharapkan dapat mengurangi defisit perdagangan ini dan meningkatkan keseimbangan ekonomi bilateral.
Tantangan dan Peluang Kerja Sama
Meskipun terdapat potensi besar dalam kerja sama pertambangan, beberapa tantangan perlu diatasi. Aspek lingkungan, regulasi, dan aspek sosial budaya perlu mendapat perhatian serius agar kerja sama ini berjalan berkelanjutan dan saling menguntungkan. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam juga menjadi kunci keberhasilan kerja sama ini.
Di sisi lain, peluang kerja sama ini sangat menjanjikan. Australia memiliki sumber daya mineral yang melimpah, sementara Indonesia memiliki kebutuhan yang besar untuk mendukung pertumbuhan ekonominya. Dengan kerja sama yang tepat, kedua negara dapat saling melengkapi dan memperoleh manfaat ekonomi yang signifikan. Kolaborasi ini juga dapat berkontribusi pada pengembangan teknologi pertambangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kesimpulannya, penjajakan kerja sama pertambangan antara Indonesia dan Northern Territory, Australia, merupakan langkah strategis untuk memperkuat hubungan bilateral dan mengurangi defisit perdagangan. Suksesnya kerja sama ini bergantung pada komitmen bersama, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan penanganan tantangan yang ada secara efektif.