RUU TNI: 16 Kementerian/Lembaga Kini Terbuka untuk Jabatan Aktif TNI
Pemerintah menjelaskan perluasan jabatan di 16 kementerian/lembaga bagi prajurit TNI aktif dalam RUU TNI didasari kebutuhan keahlian spesifik dan sinergi tugas.
Jakarta, 18 Maret 2024 (ANTARA) - Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang memperluas kesempatan bagi prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan di 16 kementerian/lembaga telah menimbulkan pertanyaan. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, memberikan klarifikasi terkait hal ini pada Senin malam (17/3) di Jakarta. Perubahan ini, menurutnya, didasari pada kebutuhan akan keahlian khusus yang dimiliki TNI dan keselarasan tugas.
Penjelasan Hasan Nasbi menjawab kekhawatiran publik terkait penambahan enam kementerian/lembaga baru dalam RUU TNI, sehingga totalnya menjadi 16. Sebelumnya, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI hanya menetapkan 10 kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Penambahan ini, menurut pemerintah, bukan untuk mengembalikan dwifungsi ABRI, melainkan untuk memanfaatkan keahlian spesifik yang dimiliki TNI dalam sektor-sektor tertentu.
Hasan menekankan bahwa posisi-posisi tersebut memang memerlukan keahlian khusus yang dimiliki oleh prajurit TNI. Jabatan-jabatan ini, kata dia, "tidak di-open, tapi dikunci. Dikunci ke-16 posisi yang memang memerlukan ekspertis-nya mereka. Memerlukan keahliannya mereka dan beririsan ruang kerja dengan ekspertis mereka."
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai RUU TNI
Hasan menjelaskan bahwa meskipun terdapat penambahan enam kementerian/lembaga, prajurit TNI aktif telah menduduki beberapa posisi tersebut. Namun, hal tersebut belum diatur secara resmi dalam undang-undang. RUU TNI bertujuan untuk meresmikan dan memberikan payung hukum atas penempatan tersebut.
Sebelumnya, hanya 10 kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Dewan Pertahanan Nasional, Badan SAR Nasional (Basarnas), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Mahkamah Agung.
Keenam kementerian/lembaga yang ditambahkan dalam RUU TNI meliputi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Penambahan ini, menurut Hasan, bertujuan untuk mengisi posisi yang membutuhkan keahlian spesifik yang dimiliki oleh TNI, seperti di bidang peradilan pidana Mahkamah Agung dan Bakamla.
Ia mencontohkan, "Sebelumnya di UU enggak ada, sekarang ada. Ada untuk mengisi kamar peradilan pidana Mahkamah Agung, Bakamla. Jadi yang kayak gitu, yang memang ekspertis-nya membutuhkan ekspertis teman-teman dari TNI."
Tanggapan Pemerintah Terhadap Kekhawatiran Publik
Pemerintah menyadari adanya kekhawatiran publik terkait RUU TNI, khususnya mengenai potensi kembalinya dwifungsi ABRI. Namun, Hasan menegaskan bahwa hal tersebut tidak terbukti. RUU TNI, menurutnya, semata-mata untuk mengoptimalkan keahlian TNI dalam mendukung tugas pemerintahan di sektor-sektor yang membutuhkannya.
Pemerintah juga mengajak masyarakat untuk tetap kritis dan aktif memantau pelaksanaan undang-undang sebagai bentuk pengawasan publik. Hal ini penting untuk memastikan bahwa RUU TNI diterapkan sesuai dengan tujuannya dan tidak disalahgunakan.
Dengan demikian, perluasan jabatan bagi prajurit TNI aktif dalam RUU TNI bukan untuk mengembalikan dwifungsi ABRI, melainkan untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman mereka dalam mendukung tugas pemerintahan di sektor-sektor tertentu yang membutuhkan keahlian spesifik tersebut.