Sikap Indonesia Hadapi Perang Tarif AS-China Dinilai Tepat, Namun Perlu Kewaspadaan
Great Institute menilai sikap Indonesia yang independen dalam menghadapi perang tarif AS-China sudah tepat, namun pemerintah perlu berhati-hati dalam bernegosiasi mengingat ketergantungan ekonomi pada AS.
Jakarta, 25 April 2024 - Perang tarif antara Amerika Serikat dan China menimbulkan ketidakpastian ekonomi global, dan Indonesia, sebagai negara dengan hubungan dagang signifikan dengan kedua negara adidaya tersebut, perlu mengambil sikap yang bijak. Great Institute, lembaga riset ekonomi, politik, dan teknologi, menilai langkah Indonesia yang independen dan memisahkan kepentingan kedua negara dalam menghadapi konflik ini sudah tepat. Direktur Great Institute, Syahganda Nainggolan, menyatakan bahwa pendekatan ini menunjukkan kedaulatan Indonesia dalam hubungan dagang internasional.
Kebijakan tarif sepihak yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memicu reaksi keras dari Pemerintah China, mengakibatkan perang dagang yang berdampak luas. Situasi ini membuat Indonesia, dan negara-negara lain, berada dalam posisi yang sulit karena tekanan dari kedua belah pihak. Ancaman dari AS dan China membayangi pengambil kebijakan di Indonesia, yang harus menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan hubungan politik dengan kedua negara tersebut.
Meskipun demikian, beberapa pihak mengingatkan akan pentingnya kehati-hatian. Perang tarif ini bukan hanya masalah ekonomi semata, tetapi juga berdampak pada hubungan politik internasional. Kondisi ini menuntut pemerintah Indonesia untuk bertindak secara cermat dan mempertimbangkan berbagai konsekuensi yang mungkin terjadi.
Sikap Independen Indonesia dalam Negosiasi
Syahganda Nainggolan dari Great Institute menegaskan bahwa keputusan Presiden (nama presiden tidak disebutkan dalam sumber) untuk membahas hubungan dagang secara terpisah dan independen dengan AS dan China merupakan langkah yang tepat. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan politiknya di tengah konflik dagang global. Indonesia tidak ingin terjebak dalam persaingan AS dan China, melainkan berupaya membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan kedua negara tersebut.
Pendekatan ini menekankan pentingnya diplomasi dan negosiasi yang cermat. Indonesia perlu memastikan bahwa kebijakan ekonominya tidak merugikan kepentingan nasional, serta menjaga keseimbangan hubungan dengan AS dan China. Tantangannya terletak pada bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan peluang ekonomi di tengah ketidakpastian global tanpa mengorbankan hubungan politik dan keamanan.
Namun, kebijakan ini juga membutuhkan strategi yang komprehensif untuk mengurangi ketergantungan ekonomi pada AS dan China. Diversifikasi pasar ekspor dan impor menjadi penting untuk mengurangi risiko dampak negatif dari perang tarif.
Kewaspadaan dan Penguatan Ekonomi Kerakyatan
Di sisi lain, Tito Sulistio, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia periode 2015-2018, mengingatkan perlunya kewaspadaan. Ia menekankan bahwa industri keuangan Indonesia masih bergantung pada Amerika Serikat, sehingga perlu kehati-hatian dalam bernegosiasi agar tidak menimbulkan reaksi negatif dari AS yang dapat berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Pernyataan ini menyoroti kerentanan ekonomi Indonesia dan pentingnya strategi mitigasi risiko.
Sementara itu, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat ekonomi kerakyatan sebagai strategi menghadapi dampak perang tarif. Ia mendorong percepatan program kerakyatan seperti koperasi desa merah putih, swasembada pangan, swasembada energi, dan program makan bergizi gratis. Penguatan ekonomi kerakyatan diharapkan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Langkah ini menunjukkan upaya untuk membangun fondasi ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan, yang tidak hanya bergantung pada perdagangan internasional, tetapi juga pada kekuatan ekonomi domestik. Penguatan ekonomi kerakyatan diharapkan dapat mengurangi dampak negatif dari perang tarif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kesimpulannya, sikap Indonesia dalam menghadapi perang tarif AS-China telah menunjukkan komitmen untuk menjaga kemandirian dan kedaulatan ekonomi. Namun, kesuksesan strategi ini membutuhkan kewaspadaan, negosiasi yang cermat, dan penguatan ekonomi kerakyatan untuk mengurangi ketergantungan pada negara lain serta meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.