Tatung dan Cap Go Meh Singkawang: Lebih dari Sekadar Tradisi
Tradisi Tatung dalam perayaan Cap Go Meh di Singkawang, Kalimantan Barat, merupakan perpaduan unik budaya Tionghoa dan Dayak yang kaya makna spiritual dan menarik minat wisatawan, sekaligus menghadapi tantangan pelestarian di era modern.
Suara gemuruh tetabuhan gamelan mengiringi ritual mistis Cap Go Meh di Singkawang, Kalimantan Barat. Di tengah hiruk pikuk perayaan, para tatung, individu yang diyakini menjadi medium roh leluhur, menjadi pusat perhatian. Perayaan tahunan ini, yang jatuh pada tanggal 15 bulan pertama penanggalan Imlek, bukan hanya sekadar perayaan budaya, tetapi juga sebuah fenomena unik yang memadukan unsur spiritual, budaya Tionghoa, dan Dayak.
Memahami Tradisi Tatung
Tradisi Tatung, berasal dari kata Hakka "tah thung" yang berarti orang kerasukan, melibatkan ritual persiapan spiritual yang ketat. Para tatung berpuasa, bermeditasi, dan membersihkan diri sebelum perayaan. Proses ini dipercaya memungkinkan mereka menjadi perantara antara dunia manusia dan roh leluhur. Menurut FX Asali, ahli budaya Tionghoa Kalimantan Barat, 'ta' berarti tepuk atau pukul, dan 'tung' merujuk pada 'thungkie' atau orangnya. Mereka yang terpilih, seringkali melalui pewarisan turun temurun atau panggilan spiritual, menunjukkan kekebalan luar biasa terhadap benda tajam selama ritual.
Selama ritual, para tatung menunjukkan kemampuan menakjubkan. Mereka menusuk pipi dengan benda tajam, berjalan di atas pisau, dan menunjukkan ketahanan fisik yang luar biasa. Ribuan penonton menyaksikan dengan takjub atraksi-atraksi ini, menciptakan atmosfer yang dramatis dan mistis. Namun, perlu ditekankan bahwa tidak semua orang dapat menjadi tatung, kemampuan ini dianggap sebagai karunia atau panggilan spiritual.
Sejarah Tatung di Singkawang
Asmadi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang, mencatat sejarah tradisi Tatung dimulai sejak tahun 1737. Awalnya, ritual ini dilakukan untuk menangkal wabah penyakit yang melanda para penambang emas Tionghoa di Monterado (sekarang Kabupaten Bengkayang). Ritual ta ciau, yang melibatkan pemanggilan roh leluhur untuk merasuki tubuh beberapa orang, dipercaya berhasil menghentikan wabah tersebut. Seiring waktu, tradisi ini berakulturasi dengan budaya Dayak, menghasilkan perpaduan unik yang terlihat hingga saat ini.
Awalnya hanya dilakukan saat wabah atau bencana, ritual Tatung kini menjadi bagian integral perayaan Cap Go Meh. Akulturasi budaya Tionghoa dan Dayak terlihat jelas dalam kostum dan ritual yang dilakukan. Kostum yang dikenakan para tatung seringkali memadukan unsur budaya Tionghoa dan Dayak, menunjukkan perpaduan harmonis kedua budaya tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana tradisi Tatung telah beradaptasi dan berkembang seiring waktu, mencerminkan dinamika budaya di Singkawang.
Cap Go Meh dan Pariwisata
Heri Apriadi, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kota Singkawang, menjelaskan bahwa Cap Go Meh di Singkawang merupakan perayaan terbesar di Indonesia. Ritual tatung menjadi daya tarik utama bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Perpaduan budaya Tionghoa dan Dayak dalam perayaan ini menciptakan daya tarik tersendiri, memperkuat identitas Singkawang sebagai "Kota Seribu Kelenteng". Perayaan ini memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal, khususnya sektor pariwisata, perhotelan, kuliner, dan industri kreatif.
Namun, tantangan juga muncul. Minat generasi muda terhadap tradisi ini perlu ditingkatkan. Penggunaan media sosial dan platform digital untuk mempromosikan Cap Go Meh membuka peluang, tetapi juga berisiko mengikis makna spiritualnya jika tidak dikelola dengan baik. Pemerintah dan komunitas budaya berupaya menjaga keseimbangan antara pelestarian tradisi dan adaptasi terhadap era digital.
Kontroversi dan Pelestarian
Atraksi tatung seringkali menimbulkan kontroversi. Sebagian menganggapnya sebagai trik sulap, sementara yang lain meyakini kekuatan supranatural. Terlepas dari perdebatan ini, daya tariknya tetap kuat, menarik ribuan wisatawan setiap tahun. Upaya pelestarian tradisi ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda. Pendidikan dan pemahaman yang tepat tentang makna spiritual dan budaya di balik tradisi Tatung sangat penting untuk keberlanjutannya.
Kesimpulannya, tradisi Tatung dan Cap Go Meh di Singkawang lebih dari sekadar perayaan budaya. Ini adalah perpaduan unik antara kepercayaan spiritual, akulturasi budaya, dan daya tarik pariwisata. Pelestarian tradisi ini membutuhkan upaya bersama untuk menjaga keseimbangan antara menjaga nilai-nilai tradisional dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Tatung dan Cap Go Meh bukan hanya simbol kekayaan budaya Singkawang, tetapi juga cerminan keberagaman dan harmoni masyarakat Indonesia.