Terungkap! Belanja Negara Kalsel Tembus Rp15,65 Triliun di Semester I 2025: Dominasi Transfer ke Daerah
Kanwil DJPb Kalsel melaporkan realisasi Belanja Negara Kalsel mencapai Rp15,65 triliun hingga Semester I 2025. Apa saja komponen utamanya?
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) baru-baru ini merilis data penting. Realisasi Belanja Negara Kalsel mencapai angka fantastis Rp15,65 triliun hingga Semester I tahun 2025. Angka ini menunjukkan penyerapan anggaran yang signifikan di tengah berbagai dinamika ekonomi.
Jumlah tersebut setara dengan 41,71 persen dari total pagu belanja negara yang ditetapkan sebesar Rp37,53 triliun. Kepala Kanwil DJPb Kalsel, Catur Ariyanto Widodo, menyampaikan laporan ini di Banjarmasin. Penyerapan anggaran ini diharapkan memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal.
Meskipun terdapat kebijakan efisiensi anggaran, DJPb Kalsel memastikan penyerapan belanja APBN tetap optimal. Tujuannya adalah untuk memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian daerah. Data ini memberikan gambaran jelas mengenai alokasi dan penggunaan dana publik di Kalsel.
Dominasi Transfer ke Daerah dalam Belanja Negara Kalsel
Struktur Belanja Negara Kalsel didominasi oleh dua komponen utama. Komponen tersebut adalah Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan Belanja Transfer ke Daerah (TKD). Catur Ariyanto Widodo menjelaskan bahwa BPP tercatat sebesar Rp3,37 triliun.
Sementara itu, Belanja Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp12,28 triliun. Angka ini menegaskan dominasi TKD dalam struktur belanja APBN di Kalsel. Kontribusi TKD terhadap total belanja mencapai 78,46 persen.
Dominasi TKD menunjukkan pentingnya dana transfer dari pusat bagi pembangunan dan operasional pemerintah daerah. Dana ini dialokasikan untuk berbagai program dan kegiatan di tingkat provinsi serta kabupaten/kota. Pengelolaan TKD yang efektif sangat krusial bagi kemajuan daerah.
Rincian Belanja Pemerintah Pusat: Kenaikan Gaji dan Efisiensi Belanja Barang
Realisasi belanja BPP memiliki rincian yang menarik untuk dicermati. Belanja pegawai tercatat sebesar Rp2,27 triliun, atau 55,31 persen dari total BPP. Angka ini menunjukkan pertumbuhan 3,68 persen dibandingkan Semester I periode 2024.
Peningkatan ini didorong oleh beberapa faktor signifikan. Kenaikan gaji pokok menjadi salah satu pemicu utama. Selain itu, penambahan jumlah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) turut berkontribusi. Peningkatan Tunjangan Profesi Guru (TPG) non-PNS, khususnya dari Kemenag dan LLDikti, juga berperan besar.
Secara year-on-year, belanja gaji dan tunjangan naik 4,02 persen. Tunjangan kinerja juga mengalami peningkatan sebesar 1,97 persen. Honor dan lembur turut naik 4,01 persen, menunjukkan peningkatan kompensasi bagi aparatur negara.
Namun, realisasi belanja barang mengalami penurunan menjadi Rp920 miliar atau 22,54 persen. Penurunan ini terjadi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Efisiensi anggaran menjadi alasan utama di balik penurunan ini. Selain itu, belum terealisasinya belanja dari satker dengan pagu terbesar senilai Rp1,3 triliun untuk program swasembada pangan juga berdampak.
Catur menjelaskan bahwa penurunan terjadi terutama pada belanja barang non-operasional. Belanja perjalanan dinas dan belanja jasa juga mengalami efisiensi. Ini mencerminkan upaya pemerintah dalam mengelola pengeluaran secara lebih cermat.
Adapun belanja modal terealisasi sebesar Rp170 miliar atau 11,9 persen. Angka ini juga lebih rendah dari tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada beberapa sektor penting. Sektor tersebut meliputi belanja jalan, irigasi, jaringan, peralatan dan mesin, serta fisik lainnya. Penurunan ini mungkin mengindikasikan prioritas anggaran yang bergeser atau penundaan proyek infrastruktur tertentu.