Tingkat Pendidikan Pengaruhi Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia: Temuan SNLIK 2025
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menunjukkan korelasi positif antara tingkat pendidikan dan literasi serta inklusi keuangan masyarakat Indonesia.
Jakarta, 02 Mei 2026 - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini merilis hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025, yang mengungkapkan korelasi erat antara tingkat pendidikan masyarakat dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan mereka. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan akses pendidikan berdampak signifikan pada pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam sektor keuangan.
Berdasarkan data SNLIK 2025, masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki pemahaman dan akses yang lebih baik terhadap produk dan layanan keuangan. Hal ini dibuktikan dengan indeks literasi dan inklusi keuangan yang lebih tinggi pada kelompok masyarakat terdidik dibandingkan dengan kelompok yang kurang berpendidikan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, atau yang akrab disapa Kiki, menjelaskan temuan utama dalam konferensi pers pengumuman hasil SNLIK 2025. Ia menekankan pentingnya peningkatan literasi keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Literasi dan Inklusi Keuangan Berdasarkan Pendidikan
Hasil SNLIK 2025 menunjukkan disparitas yang signifikan dalam indeks literasi dan inklusi keuangan berdasarkan tingkat pendidikan. Kelompok masyarakat yang tidak/belum pernah sekolah atau tidak tamat SD memiliki indeks literasi keuangan terendah, yaitu 43,20 persen, dan indeks inklusi keuangan sebesar 56,95 persen (metode keberlanjutan). Sebaliknya, kelompok masyarakat yang telah menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi menunjukkan indeks literasi dan inklusi keuangan tertinggi, masing-masing sebesar 90,63 persen dan 99,10 persen (metode keberlanjutan).
Tren peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan seiring dengan peningkatan jenjang pendidikan juga terlihat jelas. Masyarakat yang tamat SD/sederajat memiliki indeks literasi 54,50 persen dan indeks inklusi 68,06 persen. Angka ini meningkat menjadi 64,04 persen (literasi) dan 82 persen (inklusi) pada mereka yang tamat SMP/sederajat, dan mencapai 79,18 persen (literasi) dan 92,81 persen (inklusi) pada mereka yang tamat SMA/sederajat.
Temuan ini menggarisbawahi pentingnya peran pendidikan dalam meningkatkan pemahaman dan akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan. Peningkatan kualitas pendidikan dapat menjadi kunci dalam memperluas inklusi keuangan di Indonesia.
Faktor Pekerjaan dan Lokasi Geografis
SNLIK 2025 juga menganalisis indeks literasi dan inklusi keuangan berdasarkan pekerjaan/kegiatan sehari-hari dan lokasi geografis. Kelompok pegawai/profesional, pensiunan/purnawirawan, dan pengusaha/wiraswasta memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, sementara kelompok tidak/belum bekerja, petani/peternak/pekebun/nelayan, dan pekerja lainnya memiliki indeks terendah.
Tren serupa juga terlihat pada indeks inklusi keuangan. Wilayah perkotaan menunjukkan indeks literasi dan inklusi keuangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perdesaan. Perbedaan ini mencerminkan akses dan kesempatan yang lebih besar terhadap layanan keuangan di perkotaan.
Data ini menunjukkan perlunya strategi yang tertarget untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di kalangan kelompok masyarakat tertentu, termasuk mereka yang tinggal di daerah pedesaan dan memiliki pekerjaan di sektor pertanian.
Perbedaan Gender dan Usia
Hasil survei juga menunjukkan perbedaan indeks literasi dan inklusi keuangan berdasarkan gender dan usia. Indeks literasi keuangan laki-laki sedikit lebih tinggi daripada perempuan, sementara indeks inklusi keuangan relatif seimbang antara kedua gender. Kelompok usia 26-35 tahun memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, sementara kelompok usia 15-17 tahun dan 51-79 tahun memiliki indeks terendah.
Tren serupa terlihat pada indeks inklusi keuangan, dengan kelompok usia 18-25 tahun memiliki indeks tertinggi dan kelompok usia 51-79 tahun memiliki indeks terendah. Perbedaan ini menunjukkan perlunya program literasi dan inklusi keuangan yang disesuaikan dengan karakteristik demografis masing-masing kelompok.
Secara keseluruhan, hasil SNLIK 2025 menunjukkan peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan nasional dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara berbagai kelompok masyarakat, yang memerlukan perhatian dan intervensi kebijakan yang tepat sasaran.
Peningkatan literasi dan inklusi keuangan merupakan kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga keuangan, dan seluruh pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan tersebut.