Wirajuda: Indonesia Tak Perlu Buru-buru Reaksi Ucapan Trump
Mantan Menlu Hassan Wirajuda menyarankan Indonesia untuk tidak bereaksi cepat terhadap pernyataan Presiden Trump, menekankan sifat Trump yang dinamis dan perlunya strategi ketahanan regional.
Beijing, 20 Februari 2023 - Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirajuda, memberikan saran bijak kepada pemerintah Indonesia terkait ucapan-ucapan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam wawancara dengan ANTARA di Beijing pada Rabu (19/2), Wirajuda menekankan perlunya pendekatan yang lebih hati-hati dan terukur dalam menanggapi pernyataan-pernyataan Trump.
Wirajuda menjelaskan bahwa Trump dikenal sebagai sosok yang ulung dalam negosiasi ('deal maker'). Pernyataan-pernyataan keras yang dilontarkan seringkali merupakan bagian dari strategi tawar-menawar. Ia mencontohkan perubahan sikap Trump terkait tarif impor terhadap barang-barang asal China, yang awalnya mengancam tarif tambahan 100 persen, namun akhirnya hanya menerapkan tarif 10 persen.
Sikap serupa juga ditunjukkan Trump terhadap Kanada dan Meksiko, di mana ancaman tarif impor 25 persen akhirnya ditunda setelah kedua negara tersebut berjanji meningkatkan keamanan perbatasan. Hal ini menunjukkan pentingnya melihat konteks dan perkembangan situasi sebelum mengambil sikap reaktif terhadap pernyataan-pernyataan Trump.
Sikap Waspada, Namun Tidak Reaktif
Wirajuda mencontohkan usulan Trump untuk memindahkan penduduk Palestina di Jalur Gaza ke Mesir dan Yordania, serta pengembangan ekonomi wilayah tersebut sebagai 'Riviera' di Timur Tengah. Menurutnya, usulan tersebut tidak perlu ditanggapi secara tergesa-gesa. "Tapi apakah itu akan terwujud? Mudah-mudahan tidak karena banyak faktor terkait misalnya menyangkut kedaulatan, yurisdiksi negara lain, dan aturan internasional sehingga jangan tergesa-gesa. Lihat saja enam bulan ke depan, apa saja yang benar-benar dilaksanakan Trump," ungkap Wirajuda.
Meskipun demikian, Wirajuda mengakui sifat nasionalistik dan ekspansionis Trump yang perlu diwaspadai oleh pemerintah Indonesia. Namun, ia tetap menekankan pentingnya menghindari reaksi yang terburu-buru dan memilih pendekatan yang lebih strategis.
Wirajuda menyarankan agar Indonesia fokus memperkuat ketahanan regional, khususnya melalui pengembangan 'East Asia Community'. Menurutnya, kerjasama regional yang kuat sangat penting dalam menghadapi ketidakpastian global dan mencegah campur tangan pihak luar.
Ia menambahkan bahwa rivalitas AS-China juga menghadirkan tantangan tersendiri bagi Indonesia. Kompetisi antara kedua negara tersebut tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi, tetapi juga meluas ke bidang teknologi, militer, dan luar angkasa. Oleh karena itu, kerjasama regional menjadi kunci untuk menciptakan ketahanan yang lebih kokoh.
Indonesia sebagai Kekuatan Moderasi
Wirajuda menekankan pentingnya peran Indonesia sebagai kekuatan moderasi dalam politik internasional. Dengan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia memiliki kemampuan untuk menjembatani perbedaan dan mengajak pihak-pihak yang berseteru untuk duduk bersama. Ia mencontohkan pertemuan antara Presiden Joe Biden dan Presiden Xi Jinping di KTT G20 di Bali, yang difasilitasi oleh Indonesia.
Indonesia, menurut Wirajuda, memiliki "confining power", kemampuan untuk mengajak pihak yang berseteru untuk berdialog dan mengurangi ketegangan. Dengan demikian, Indonesia dapat berperan sebagai kekuatan moderasi (the force of moderation) untuk mencegah konflik terbuka.
Sebagai penutup, Wirajuda kembali menegaskan pentingnya sikap yang bijak dan terukur dalam menanggapi pernyataan-pernyataan Presiden Trump, serta perlunya fokus pada penguatan kerjasama regional untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.