Penguatan Masyarakat Adat: Butuh Pendekatan Khusus, Bukan Kebijakan Umum
Menteri Kebudayaan (Menbud) RI menekankan perlunya pendekatan khusus dan terukur dalam memberdayakan masyarakat adat, bukan kebijakan umum, guna menghindari konflik dan pelestarian budaya.
Menteri Kebudayaan (Menbud) RI, Fadli Zon, baru-baru ini menyoroti pentingnya pendekatan khusus dalam memberdayakan masyarakat adat. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Selasa (4/2), menanggapi tantangan integrasi masyarakat adat ke dalam dinamika modern tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya mereka.
Fadli Zon menjelaskan bahwa kebijakan one size fits all tidak efektif. Ada kelompok masyarakat adat yang ingin tetap menjaga tradisi dan menolak integrasi penuh dengan teknologi dan informasi modern. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan tailor-made atau kasuistik, yang disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan spesifik masing-masing kelompok masyarakat adat. Pemerintah harus mampu memberikan solusi yang tepat sasaran, bukan kebijakan umum yang mungkin justru kontraproduktif.
Ia menambahkan bahwa pemerintah tak bisa menerapkan kebijakan serentak untuk semua kelompok adat. Kebijakan yang diterapkan harus mempertimbangkan kondisi unik tiap komunitas. Hal ini telah disampaikan kepada direktorat terkait untuk penanganan masyarakat adat dan penghayat kepercayaan.
Pernyataan Menbud ini muncul sebagai respons atas kekhawatiran yang diungkapkan oleh anggota Komisi X DPR RI, Mercy Chriesty Barends, mengenai konflik antara pendatang dan masyarakat adat di daerah transmigrasi. Mercy menyoroti kurangnya pelatihan bagi masyarakat adat untuk bersaing dengan pendatang yang seringkali memiliki keterampilan lebih baik, yang berujung pada ketimpangan ekonomi dan potensi konflik.
Mercy juga memberikan contoh kasus di Banten, di mana tradisi masyarakat adat tertentu belum tersentuh program revitalisasi budaya. Menurutnya, revitalisasi budaya tidak cukup hanya dengan bantuan alat musik atau dukungan seremonial. Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Menurut Mercy, benturan kepentingan ini kerap memicu penolakan program transmigrasi. Masyarakat adat khawatir program tersebut akan mengancam status mereka sebagai kelompok mayoritas dan keberlangsungan budaya mereka. Revitalisasi budaya adat dinilai penting untuk membantu masyarakat adat bersaing tanpa mengorbankan identitas dan tradisi mereka.
Kesimpulannya, pemerintah perlu menerapkan strategi yang lebih spesifik dan responsif terhadap kebutuhan masing-masing kelompok masyarakat adat. Pendekatan yang berfokus pada pemahaman konteks lokal, pemberdayaan, dan pelestarian budaya, akan lebih efektif dibandingkan kebijakan umum yang kurang mempertimbangkan keragaman budaya dan kondisi spesifik masyarakat adat di Indonesia.