WorldCoin Respon Pembekuan Izin Operasional di Indonesia: Cari Kejelasan Terkait Perizinan
Tools for Humanity (TFH), pengembang WorldCoin, merespon pembekuan izin operasional di Indonesia dengan menyatakan tengah mencari kejelasan terkait perizinan dan berkomitmen pada dialog konstruktif dengan pemerintah.
Jakarta, 5 Mei 2024 - Tools for Humanity (TFH), perusahaan di balik layanan WorldID dan WorldCoin, telah memberikan tanggapan resmi terkait pembekuan izin operasionalnya di Indonesia oleh pemerintah pada Minggu, 4 Mei 2024. Pembekuan ini terjadi setelah layanan WorldCoin ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya terkait verifikasi data dan penawaran imbalan finansial.
Dalam pernyataan resmi yang diterima pada Senin, 5 Mei 2024, TFH menyatakan sedang berupaya mencari kejelasan mengenai persyaratan izin dan lisensi yang relevan di Indonesia. Perusahaan yang didirikan oleh Alex Blania dan Sam Altman ini menekankan komitmennya untuk terus berdialog dengan pemerintah Indonesia. "Kami berharap dapat terus melanjutkan dialog konstruktif dan suportif yang telah terjalin selama setahun terakhir dengan pihak pemerintah terkait. Jika terdapat kekurangan atau kesalahpahaman terkait perizinan kami, kami tentu akan menindaklanjutinya," demikian pernyataan resmi TFH.
Pembekuan izin operasional ini muncul setelah layanan WorldCoin viral di media sosial, dipicu oleh informasi mengenai verifikasi data yang melibatkan imbalan uang tunai senilai Rp800.000. Kabar ini menimbulkan kekhawatiran publik terkait keamanan data pribadi. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengambil langkah untuk menghentikan sementara akses layanan WorldID dan WorldCoin di Indonesia.
Penjelasan WorldCoin dan WorldID
WorldCoin, sebuah proyek TFH, bertujuan menciptakan sistem identitas digital terdesentralisasi. Sistem ini menawarkan verifikasi identitas individu secara unik dan aman di dunia nyata melalui biometrik iris. WorldID, bagian dari sistem ini, memungkinkan pengguna untuk memverifikasi identitasnya secara anonim di dunia daring, membuktikan bahwa mereka adalah manusia dan bukan robot atau AI.
TFH menjelaskan bahwa sebelum beroperasi di Indonesia, perusahaan telah melakukan diskusi intensif dengan pemerintah untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Upaya sosialisasi juga telah dilakukan melalui berbagai acara publik, kampanye edukatif, dan konferensi pers. Namun, TFH mengakui bahwa teknologi yang mereka tawarkan masih tergolong baru dan mungkin menimbulkan kekhawatiran.
Dalam pernyataannya, TFH menjelaskan, "Kami memanfaatkan teknologi untuk memverifikasi keunikan individu di era AI, terlebih ketika misinformasi dan disinformasi, termasuk pencurian identitas dan deep fake, merajalela." Perusahaan menegaskan bahwa proses verifikasi dilakukan tanpa menyimpan data pribadi pengguna, dan pengguna memiliki kendali penuh atas informasi mereka. "Informasi ini tidak dapat diakses oleh World maupun pihak kontributor seperti Tools for Humanity," tegas TFH.
Langkah Selanjutnya
TFH menyatakan komitmennya untuk bekerja sama sepenuhnya dengan pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan perizinan. Perusahaan akan terus berupaya untuk memberikan klarifikasi dan memastikan kepatuhan terhadap seluruh regulasi yang berlaku di Indonesia. Ke depannya, TFH diharapkan dapat menjelaskan secara rinci mekanisme keamanan data dan menjawab kekhawatiran publik terkait privasi.
Kejadian ini menyoroti pentingnya regulasi yang jelas dan komprehensif dalam menghadapi perkembangan teknologi baru, terutama yang berkaitan dengan data pribadi dan keamanan informasi. Pemerintah dan perusahaan teknologi perlu bekerja sama untuk memastikan inovasi teknologi berjalan selaras dengan perlindungan hak dan kepentingan masyarakat.
Situasi ini juga mengingatkan pentingnya literasi digital bagi masyarakat. Penting bagi masyarakat untuk memahami risiko dan manfaat dari teknologi baru sebelum menggunakannya, serta untuk selalu waspada terhadap potensi penyalahgunaan data pribadi.