8.864 Kasus HIV/AIDS di Jayapura: Upaya Kolaboratif Cegah Penyebaran
Tingginya angka HIV/AIDS di Jayapura (8.864 kasus) mendorong kolaborasi lembaga keagamaan, sosial, dan pemerintah dalam edukasi, pendampingan ODHA, dan akses pengobatan ARV.

Kota Jayapura, Papua, menghadapi tantangan serius dengan tingginya angka kasus HIV/AIDS. Dari total 20.512 kasus di seluruh Papua, 8.864 kasus tercatat di Jayapura. Angka ini mengkhawatirkan dan mendorong berbagai lembaga untuk berkolaborasi dalam upaya pencegahan dan penanganan.
Berbagai pihak, termasuk lembaga keagamaan seperti Sinode GKI Tanah Papua dan lembaga sosial, gencar melakukan edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat. Edukasi ini menyasar dua kelompok utama: masyarakat umum untuk pencegahan dan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) untuk pendampingan dan pengobatan.
Upaya pencegahan difokuskan pada perubahan perilaku, terutama menghindari seks bebas dan perilaku berisiko lainnya. Pendeta Dora Balubun, misalnya, menekankan pentingnya peran keluarga dalam mengawasi pergaulan anak muda untuk mencegah penularan HIV dan IMS (Infeksi Menular Seksual).
Edukasi dan Pencegahan HIV/AIDS di Jayapura
Sinode GKI Tanah Papua telah aktif sejak 2007 melibatkan para pendeta dalam penyebaran edukasi HIV/AIDS. Para pendeta, setelah mendapatkan pelatihan dari instansi terkait, memberikan imbauan dalam setiap kesempatan kebaktian untuk setia pada pasangan dan menghindari perilaku menyimpang. Selain imbauan, Sinode GKI juga melakukan pendampingan bagi ODHA.
Gereja juga mendorong masyarakat untuk melakukan tes HIV. Bagi yang terdeteksi positif, mereka diarahkan ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan ARV (Antiretroviral). Pentingnya pengobatan ARV secara rutin dan tanpa putus ditekankan agar virus HIV dapat dikendalikan.
Pendeta Dora Balubun menegaskan pentingnya kolaborasi berbagai pihak dalam upaya edukasi, karena keterbatasan sumber daya. "Penyuluhan dan edukasi terkait dampak seks bebas memang harus sering dilakukan, terutama di lingkungan generasi muda," katanya. Ia berharap penyuluhan berkelanjutan dapat mengurangi kasus HIV di Jayapura.
Pendampingan ODHA dan Peran Rumah Singgah
Selain edukasi, pendampingan ODHA juga menjadi fokus utama. Sinode GKI memiliki Rumah Singgah Wali Hole yang sebelumnya menampung ODHA, namun saat ini sedang dalam tahap persiapan untuk dikelola yayasan baru. Pendampingan ini bertujuan memberikan penguatan mental dan memastikan ODHA rutin mengonsumsi ARV agar tetap sehat.
Agus Adil OFM, pemimpin Rumah Singgah 'Surya Kasih', menekankan pentingnya penanganan lintas sektor. Rumah singgahnya saat ini mendampingi lima ODHA, dan banyak pasien yang pernah ditangani tetap sehat dan menjalani kehidupan normal, bahkan ada seorang anak yang terinfeksi dari orang tuanya namun tetap dapat bersekolah dan hidup sehat hingga usia 18 tahun meskipun orang tuanya telah meninggal karena HIV/AIDS.
Hal ini membuktikan bahwa dengan pengobatan ARV yang tepat dan konsisten, ODHA dapat hidup sehat dan produktif.
Peran Kelompok Dukungan dan Pendampingan Keluarga
Robert Sihombing, pegiat HIV/AIDS, mendirikan Jayapura Support Group (JSG) pada 2001 untuk memberikan pendampingan kepada ODHA dan keluarga mereka. Pendampingan ini sangat penting, terutama bagi ODHA yang belum terbuka kepada keluarganya. Pendampingan keluarga krusial untuk memastikan dukungan dan mencegah stigma.
Robert mengakui bahwa perubahan perilaku seksual merupakan kunci dalam mengurangi penyebaran HIV. JSG saat ini mendampingi 50 ODHA dan terus mengedukasi mereka untuk mengonsumsi ARV secara rutin. Ia menekankan pentingnya kerjasama semua pihak untuk menangani masalah ini.
Pengobatan ARV dan Kisah Irma
Pengobatan ARV merupakan kunci dalam penanganan HIV. Irma, ODHA pertama di Papua yang mengonsumsi ARV sejak 2003, menjadi contoh nyata keberhasilan pengobatan ini. Ia mampu menjalani kehidupan normal dan virus HIV di tubuhnya tidak terdeteksi lagi melalui pemeriksaan PCR.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura, dr. Ni Nyoman Sri Antari, menyatakan bahwa petugas kesehatan di seluruh puskesmas dikerahkan untuk memberikan penyuluhan dan edukasi tentang HIV/AIDS, termasuk pentingnya pengobatan ARV. Beliau juga menekankan pentingnya ODHA untuk terus mengonsumsi ARV secara rutin, meskipun virus HIV sudah tidak terdeteksi lagi.
Irma, yang telah mengonsumsi ARV selama 22 tahun, berbagi kisahnya dan berharap masyarakat tidak mengucilkan ODHA. "Walaupun berstatus ODHA, saya dapat tetap beraktivitas dengan normal dan berdamai dengan virus tersebut," ujarnya.
Upaya penanganan HIV/AIDS di Jayapura membutuhkan kolaborasi dan komitmen dari semua pihak. Edukasi, pendampingan, dan akses pengobatan ARV yang konsisten merupakan kunci untuk mengurangi angka kasus dan meningkatkan kualitas hidup ODHA.