Apa Itu Rojali? Fenomena 'Rombongan Jarang Beli' Dongkrak Omzet F&B Mal hingga 10 Persen
Fenomena 'Rojali' atau rombongan jarang beli ternyata membawa berkah bagi sektor F&B di pusat perbelanjaan, mendongkrak omzet hingga 10 persen. Bagaimana bisa?

Fenomena unik di pusat perbelanjaan, yang dikenal dengan istilah “Rojali” atau rombongan jarang beli, kini menjadi sorotan. Istilah ini merujuk pada pengunjung mal yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk melihat-lihat dan bersosialisasi daripada berbelanja produk non-makanan.
Meskipun terdengar seperti tantangan, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) justru melihatnya sebagai berkah. Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, mengungkapkan bahwa fenomena ini secara mengejutkan telah mendongkrak omzet bisnis makanan dan minuman (F&B) di mal hingga 5-10 persen.
Pergeseran perilaku konsumen ini, yang sebagian besar dipicu oleh pandemi COVID-19, telah mengubah fungsi pusat perbelanjaan. Mal kini tidak hanya menjadi tempat transaksi jual beli, tetapi juga ruang rekreasi, hiburan, dan interaksi sosial yang penting bagi masyarakat.
Rojali: Berkah di Tengah Pergeseran Perilaku Konsumen
Fenomena “Rojali” muncul sebagai respons terhadap perubahan drastis dalam kebiasaan belanja masyarakat. Sejak pandemi, banyak konsumen beralih ke belanja daring, yang seharusnya menjadi ancaman bagi ritel fisik.
Namun, Budihardjo Iduansjah dari Hippindo melihat sisi positifnya, khususnya bagi sektor F&B. Ia menjelaskan bahwa pengunjung yang datang untuk nongkrong atau bersosialisasi di mal hampir pasti akan membeli makanan atau minuman.
“Karena nongkrong pasti lihat minuman makanan beli. Kan enggak mungkin duduk enggak beli,” ujar Budihardjo, menyoroti logika di balik peningkatan omzet F&B ini. Ini menunjukkan bahwa meskipun belanja produk lain menurun, kebutuhan akan interaksi sosial dan konsumsi F&B tetap tinggi.
Evolusi Pusat Perbelanjaan: Lebih dari Sekadar Tempat Belanja
Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan, Septo Soepriyatno, mengamini bahwa fenomena “Rojali” ini sudah terlihat sejak pandemi COVID-19. Masyarakat yang terbiasa di rumah mulai mencari kepuasan interaksi sosial di luar.
Melihat perubahan perilaku ini, konsep pusat perbelanjaan pun berevolusi secara signifikan. Mal tidak lagi sekadar tempat untuk berbelanja, melainkan bertransformasi menjadi ruang multifungsi yang menawarkan rekreasi, hiburan, pengalaman, dan interaksi sosial.
Septo mencontohkan Plaza Semanggi yang kini telah berubah menjadi Plaza Nusantara dengan konsep total yang baru. Perubahan ini menciptakan ruang-ruang yang memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk berinteraksi, menjadikannya pusat aktivitas sosial dan bukan hanya komersial.
Adaptasi Peritel dan Model Omnichannel
Meskipun pengunjung “Rojali” mungkin tidak langsung membeli produk fesyen atau barang lain di toko, mereka seringkali memanfaatkan toko sebagai showrooming. Ini berarti mereka melihat barang secara langsung di toko fisik sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli secara daring.
Para peritel telah beradaptasi dengan fenomena ini melalui penerapan model omnichannel. Model ini memungkinkan penjualan produk baik di toko fisik maupun secara daring, memberikan fleksibilitas kepada konsumen dalam berbelanja.
Septo Soepriyatno menambahkan bahwa secara keseluruhan, omzet pedagang sebenarnya mengalami peningkatan. Meskipun ada pergeseran cara berbelanja ke platform daring, adaptasi peritel dengan model omnichannel memastikan bahwa bisnis tetap berjalan dan berkembang.