Aprindo Siap Ajukan Judicial Review Aturan Pembatasan Penjualan Rokok
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) siap melakukan judicial review terhadap PP 28/2024 terkait pembatasan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat bermain anak, karena dinilai membingungkan dan merugikan pelaku.

Jakarta, 22 April 2024 - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan kesiapannya untuk mengajukan judicial review atau peninjauan hukum terhadap aturan pembatasan penjualan rokok. Aturan tersebut membatasi penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024).
PP 28/2024 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang telah disahkan pertengahan tahun lalu. Namun, beberapa pasal dalam PP ini, khususnya terkait larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter, menimbulkan kebingungan dan ketidakjelasan di kalangan pelaku usaha ritel.
Ketua Umum Aprindo, Solihin, mengungkapkan bahwa Aprindo mendukung kampanye pemerintah untuk mencegah akses rokok bagi anak di bawah 21 tahun. Namun, kebijakan pembatasan radius 200 meter dinilai kontraproduktif dan menimbulkan dampak negatif bagi dunia usaha tanpa edukasi dan dialog yang memadai.
Ketidakjelasan Aturan dan Dampak bagi Pelaku Usaha
Solihin menekankan bahwa belum adanya edukasi yang jelas dari pemerintah terkait pelaksanaan aturan di lapangan serta minimnya dialog dengan dunia usaha, terutama peritel, menjadi alasan utama Aprindo mempertimbangkan judicial review. "Kebijakan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak membingungkan dunia usaha," tegas Solihin.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah. Ia menambahkan bahwa pelaku usaha telah menjalankan aturan pengetatan penjualan rokok untuk anak di bawah umur 21 tahun, seperti menempatkan rokok di belakang kasir. Namun, larangan radius 200 meter justru dikhawatirkan akan memicu maraknya rokok ilegal yang sulit dikontrol.
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo), Anang Zunaedi, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap penurunan drastis omzet ritel dan koperasi, terutama UMKM seperti warung kelontong. Penjualan rokok berkontribusi signifikan terhadap pendapatan mereka, bahkan hingga 40 persen atau lebih bagi pedagang ultra mikro.
Anang menambahkan, "Oleh karena belum adanya kejelasan edukasi regulasi ini, dunia usaha meminta agar larangan dan pembatasan penjualan rokok tersebut dikaji ulang."
Kekhawatiran Hilangnya Budaya Lokal
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, turut menyuarakan keprihatinannya. Ia menilai PP 28/2024 yang mengadopsi kebijakan asing tanpa mempertimbangkan konteks lokal Indonesia berpotensi menghilangkan sejarah dan budaya lokal kretek.
Aturan ini menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha ritel. Mereka merasa perlu adanya kejelasan dan dialog yang lebih intensif dengan pemerintah sebelum aturan tersebut diterapkan secara penuh. Aprindo berharap pemerintah dapat mempertimbangkan dampak aturan ini terhadap pelaku usaha dan mencari solusi yang lebih komprehensif.
Ketidakpastian regulasi ini menimbulkan kekhawatiran akan kerugian ekonomi yang signifikan bagi pelaku usaha, khususnya UMKM. Oleh karena itu, langkah judicial review ditempuh sebagai upaya untuk mencari keadilan dan kepastian hukum.