Arkeolog Imbau Jaga Kelestarian Lukisan Prasejarah Sulawesi: Warisan Dunia yang Tak Ternilai
Peneliti imbau pengunjung situs lukisan prasejarah di Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan, untuk menjaga kelestariannya demi melindungi warisan budaya dunia yang berusia puluhan ribu tahun.

Penemuan lukisan prasejarah di gugusan kars Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan, telah menarik perhatian dunia. Lukisan-lukisan berusia puluhan ribu tahun ini, termasuk gambar babi Sulawesi dan cap tangan di Leang Tedongnge dan Leang Karampuang, kini menjadi sorotan media sosial dan menarik banyak pengunjung. Namun, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran akan kelestariannya.
Basran Burhan, peneliti di Pusat Kolaborasi Riset Arkeologi Sulawesi dan BRIN, yang juga terlibat dalam penemuan lukisan tersebut, mengimbau masyarakat untuk menjaga kelestarian situs-situs prasejarah ini. Imbauan ini disampaikan menyusul meningkatnya kunjungan ke lokasi setelah lukisan-lukisan tersebut viral di media sosial. Penting bagi setiap pengunjung untuk menghormati dan melindungi warisan budaya yang sangat berharga ini.
"Saat ini kan lagi ramai di medsos soal lukisan tertua di dunia yang terdapat di Leang Tedongnge, Pangkep, dan Leang Karampuang, Maros. Jadi kami harapkan masyarakat mengapresiasi lukisan tersebut dengan cara menjaga, tidak merusak lukisan itu, apalagi menambahi coretan di sekitar lukisan," kata Basran dalam sebuah wawancara pada Jumat, 21 Februari 2024.
Melindungi Warisan Dunia yang Tak Ternilai
Basran menjelaskan bahwa lukisan-lukisan tersebut, yang diperkirakan berusia antara 45.500 hingga 51.200 tahun, merupakan bukti sejarah peradaban manusia di Sulawesi. Lukisan-lukisan tersebut menggambarkan berbagai hewan seperti babi Sulawesi, anoa, dan burung, serta cap tangan manusia. Temuan ini sangat berharga bagi dunia ilmu pengetahuan dan sejarah.
Ia menambahkan bahwa hingga tahun 2024, telah ditemukan 734 situs prasejarah di sepanjang gugusan kars Maros-Pangkep. Sekitar 70 persen dari situs-situs tersebut, atau 454 situs, memiliki lukisan di dindingnya. Keberadaan situs-situs ini menunjukkan kekayaan budaya dan sejarah yang luar biasa di daerah tersebut.
Penelitian terhadap lukisan-lukisan ini masih terus berlanjut. Basran dan timnya berharap dapat menemukan lebih banyak lagi lukisan prasejarah yang lebih tua dan memberikan wawasan yang lebih lengkap tentang kehidupan manusia di masa lalu. Namun, hal ini membutuhkan kerja sama dan kesadaran dari semua pihak untuk menjaga kelestarian situs-situs tersebut.
Imbauan Kepada Pengunjung
Basran menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan yang dikeluarkan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) wilayah XIX, Makassar, untuk melindungi situs-situs prasejarah ini. Pengunjung diharapkan tidak hanya mengagumi keindahan lukisan-lukisan tersebut, tetapi juga menjaga kebersihan dan tidak melakukan tindakan yang dapat merusak atau mencemari situs tersebut.
"Kami meneliti lukisan itu sejak ditemukan pada 2017 dan di tahun 2021 baru dipublikasikan ke masyarakat umum, dan diperkirakan umurnya berkisar 45.500 tahun," jelas Basran. Ia berharap agar situs-situs ini dapat tetap terjaga kelestariannya untuk generasi mendatang dan menjadi warisan budaya dunia yang terus dapat dipelajari dan dinikmati.
Lebih lanjut, Basran mengajak masyarakat untuk turut serta dalam menjaga kelestarian situs-situs prasejarah ini. Partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa warisan budaya yang tak ternilai ini dapat tetap lestari untuk generasi mendatang.
Dengan menjaga kelestarian lukisan prasejarah di Maros-Pangkep, kita turut melestarikan sejarah peradaban manusia dan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dunia. Mari kita jaga bersama warisan budaya Indonesia yang luar biasa ini.