ASEAN Didorong Jadi Pelopor AI dan Aksi Iklim, Hadapi Tantangan Masa Depan
Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono, mendorong ASEAN untuk memimpin dalam menghadapi tantangan besar kecerdasan buatan (AI) dan perubahan iklim, menekankan pentingnya kolaborasi regional.

Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menyerukan negara-negara ASEAN untuk mengambil peran kepemimpinan dalam menghadapi dua tantangan global utama: kecerdasan buatan (AI) dan perubahan iklim. Seruan ini disampaikan dalam kuliah umum di Universitas Malaya, Malaysia, pada 30 April 2024, menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk menghadapi disrupsi teknologi dan krisis lingkungan.
Dalam kuliah umum bertajuk "Navigating a Changing World: ASEAN’s Path to Stability and Prosperity", Ibas memaparkan bahwa AI dan perubahan iklim, meskipun tampak berbeda, merupakan tantangan besar yang memerlukan kesiapan kolektif. Ia menekankan potensi AI yang luar biasa, namun juga menyoroti risiko yang menyertainya, termasuk perubahan dan hilangnya lapangan pekerjaan. Pernyataan ini disampaikan di hadapan mahasiswa dan akademisi di Auditorium Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Malaya.
Kuliah umum ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, akademisi, dan perwakilan dari Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Malaya. Antusiasme yang tinggi terlihat dari sambutan positif pihak universitas dan para peserta, yang menganggap kuliah umum ini sebagai pertukaran akademis sekaligus penguatan hubungan Indonesia-Malaysia.
Potensi dan Risiko Kecerdasan Buatan
Ibas mengakui potensi luar biasa AI, namun juga menyoroti risikonya. "AI bisa lebih pintar dari manusia, bisa lebih cepat dari apa pun, tapi juga bisa membawa kekhawatiran. Banyak pekerjaan akan berubah, beberapa bahkan hilang. Kita harus siap beradaptasi," ujarnya. Ia menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk menangani risiko AI, karena teknologi ini melintasi batas negara. Namun, Ibas juga melihat keunggulan ASEAN dalam nilai-nilai kemanusiaan dan budaya yang tidak dapat digantikan oleh mesin. "Kita bisa merancang dan menggunakan AI yang memanusiakan manusia. Itulah kekuatan Asia Tenggara," tambahnya.
Lebih lanjut, Ibas menyoroti pentingnya ASEAN untuk memanfaatkan kekuatannya dalam nilai-nilai kemanusiaan dan budaya untuk mengembangkan AI yang berpihak pada kemanusiaan. Hal ini menunjukkan bahwa ASEAN memiliki potensi untuk menjadi pelopor dalam pengembangan dan penerapan AI yang etis dan bertanggung jawab. Dengan kolaborasi yang kuat, negara-negara ASEAN dapat bersama-sama menghadapi tantangan dan memaksimalkan manfaat AI.
Sebagai alumni S3 IPB University, Ibas memiliki pemahaman yang mendalam tentang pentingnya inovasi dan adaptasi dalam menghadapi perubahan teknologi. Pengalaman dan keahliannya dalam bidang ini membuatnya menjadi sosok yang tepat untuk memimpin upaya ASEAN dalam menghadapi tantangan AI.
Menyeimbangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Kelestarian Lingkungan
Ibas menolak anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi harus mengorbankan lingkungan. Ia menegaskan bahwa ekonomi dan ekologi dapat berjalan beriringan, bahkan saling memperkuat. "Itu pandangan yang picik. Jika kita mengorbankan lingkungan sekarang, keuntungan ekonomi mungkin tidak akan bertahan lama. Yang baik adalah PDB (ekonomi) tinggi, pertumbuhan berkeadilan tinggi, dan kita juga dapat menjaga lingkungan, dapat menghirup udara bersih dan meminum air bersih," jelasnya. Ia mencontohkan langkah-langkah positif Indonesia dan Malaysia, seperti larangan plastik sekali pakai dan penanaman 2 miliar pohon di Indonesia.
Namun, Ibas mengingatkan bahwa perubahan iklim merupakan tantangan lintas batas yang memerlukan kerja sama regional. "Seperti kata orang, kabut asap tidak memerlukan paspor untuk melintasi perbatasan, bukan? Itulah sebabnya kerja sama regional sangat penting," tuturnya. Ia mendorong negara-negara ASEAN untuk saling membantu dalam menjaga komitmen hijau dan memanfaatkan peluang ekonomi hijau yang berkembang bagi kaum muda.
Pernyataan Ibas ini menekankan pentingnya pendekatan yang berkelanjutan dalam pembangunan ekonomi. Dengan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan, ASEAN dapat memastikan kemakmuran jangka panjang bagi warganya. Hal ini juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang diadopsi oleh PBB.
Dukungan dari Universitas Malaya dan PPI
Kuliah umum ini disambut positif oleh Universitas Malaya. Associate Deputy Vice-Chancellor (Academic & International), Prof. Dr. Yvonne Lim Ai Lian, menyebut kuliah ini sebagai penegasan hubungan hangat Indonesia-Malaysia. "Kami berharap para pemimpin yang berpikiran maju seperti Dr. Edhie Baskoro dapat membantu kami untuk berefleksi, beradaptasi, dan berinovasi. Kuliah ini lebih dari sekadar pertukaran akademis, tapi penegasan kembali hubungan hangat yang kuat antara Malaysia dan Indonesia," ucap Yvonne.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Malaya, Nasatha, juga menyampaikan antusiasmenya. "Kami mendapat banyak ilmu baru, terutama tentang isu AI, SDGs, dan hal-hal yang harus dihadapi ASEAN di dunia yang terus berubah ini. Terima kasih Dr. Edhie Baskoro, kami sangat berharap akan ada kesempatan di masa mendatang baginya untuk mengunjungi Universitas Malaya lagi," ujar Nasatha. Dukungan dari berbagai pihak ini menunjukkan pentingnya inisiatif Ibas dalam mendorong ASEAN untuk menjadi pelopor dalam menghadapi tantangan global.
Kesimpulannya, seruan Ibas untuk ASEAN agar memimpin dalam menghadapi tantangan AI dan perubahan iklim merupakan langkah penting. Kolaborasi regional dan komitmen terhadap inovasi serta keberlanjutan sangat krusial untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi kawasan Asia Tenggara.