Banjir Jakarta: Upaya Mengatasi Bencana Tahunan
Artikel ini membahas sejarah banjir Jakarta, upaya pemerintah dalam penanggulangannya, mulai dari pembangunan bendungan hingga operasi modifikasi cuaca, serta tantangan yang masih dihadapi.

Jakarta, kota yang dikenal dengan dinamika kehidupan perkotaannya, juga akrab dengan ancaman banjir. Bukan sekadar genangan air, melainkan banjir besar yang berulang setiap tahun, dari skala kecil hingga yang melumpuhkan aktivitas kota. Banjir Jakarta, sebuah masalah klasik yang terus menjadi tantangan bagi pemerintah dan warga.
Sejarah Banjir Jakarta: Dari Batavia hingga Kini
Catatan sejarah mencatat, banjir besar telah melanda Jakarta sejak masa penjajahan Belanda, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Pada 1866, Batavia (nama Jakarta saat itu) dilanda hujan ekstrem dengan curah hujan mencapai 185,1 mm per hari. Banjir besar juga terjadi pada 1918 dengan curah hujan 125,2 mm per hari. Setelah kemerdekaan, peristiwa serupa kembali terjadi pada 1979 (198 mm/hari), 2007 (340 mm/hari), dan 2020 (377 mm/hari). Banjir Februari 2007 tercatat sebagai yang terparah, merendam 60 persen wilayah Jakarta, menimbulkan kerugian Rp4,3 triliun dan 80 korban jiwa.
Banjir Jakarta akhir Januari 2025 kembali mengingatkan kita akan ancaman ini. Hujan dengan intensitas 368 mm per hari merendam 54 RW dan 23 ruas jalan. Kepala Pusat Data dan Informasi BPBD DKI Jakarta, Mohamad Yohan, menjelaskan bahwa saluran air tidak mampu menampung debit air yang sangat tinggi.
Berbagai Upaya Penanggulangan Banjir Jakarta
Berbagai strategi telah dan terus dilakukan untuk mengatasi masalah banjir Jakarta. Dari masa lalu hingga kini, upaya-upaya tersebut meliputi pemulihan kawasan hulu, pembangunan bendungan, normalisasi sungai, pembuatan sodetan, dan sumur resapan.
Pemerintah Pusat membangun Bendungan Ciawi dan Sukamahi yang diproyeksikan mengurangi banjir hingga 30 persen. Normalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 33 kilometer juga dilakukan, dengan 16 kilometer telah selesai dan sisanya dalam proses. Normalisasi ini bertujuan mengembalikan lebar sungai menjadi 35-50 meter, meningkatkan kapasitas tampung aliran, dan menata kawasan sekitarnya.
Pemprov DKI Jakarta juga gencar membangun sumur resapan. Sejak 2019 hingga 2024, sebanyak 29.887 sumur resapan telah dibangun untuk mengurangi limpasan air ke saluran kota. Selain itu, pembangunan sistem polder juga terus dilakukan, dengan target 70 polder hingga 2045. Saat ini, 52 polder telah dibangun, namun hanya 14 yang berfungsi maksimal.
Operasi Modifikasi Cuaca (OMC): Teknologi untuk Mengurangi Hujan Ekstrem
Selain pembangunan infrastruktur, operasi modifikasi cuaca (OMC) juga dikerahkan untuk meminimalisir dampak hujan ekstrem. OMC dinilai berhasil mengurangi curah hujan hingga 50-60 persen, terbukti setelah pelaksanaan OMC tahap kedua pasca banjir akhir Januari 2025. Juru Bicara pelaksanaan OMC 2025, Michael Sitanggang, menegaskan keberhasilan ini dalam mengurangi curah hujan dari prediksi BMKG.
Tantangan dan Harapan Jakarta Bebas Banjir
Upaya penanggulangan banjir Jakarta menunjukkan keseriusan pemerintah, meskipun hasilnya belum sepenuhnya optimal. Tantangan masih ada, termasuk penyelesaian pembangunan infrastruktur dan koordinasi antar instansi. Setiap kepemimpinan memiliki pendekatannya sendiri, namun konsistensi dan program terintegrasi sangat krusial untuk mewujudkan Jakarta yang bebas banjir. Perlu komitmen jangka panjang dan kolaborasi semua pihak untuk mengatasi masalah kompleks ini.