Bendahara Setda Kapuas Tersangka Korupsi Rp1 Miliar, Diduga Lakukan Penggelapan Uang Persandian
Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas menetapkan Bendahara Pengeluaran Setda Kapuas, EI, sebagai tersangka korupsi pengelolaan uang persandian senilai Rp1 miliar pada tahun anggaran 2023.
Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, menetapkan dan menahan EI, Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah Kabupaten Kapuas, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. EI diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan uang persandian Setda Kapuas tahun 2023, dengan total kerugian negara mencapai Rp1 miliar. Penahanan dilakukan di Rutan Kapuas selama 20 hari, guna mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana.
Kasus ini terungkap setelah Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas melakukan penyelidikan atas pengelolaan anggaran Setda Kapuas tahun 2023 yang mencapai Rp73 miliar lebih. EI, sebagai bendahara pengeluaran, bertanggung jawab atas pencairan dan penyaluran uang persandian sebesar Rp1 miliar. Proses pencairan dana dilakukan melalui 17 kali pengajuan GUP (Ganti Uang Persdian) dengan total Rp14 miliar lebih.
Modus yang dilakukan EI adalah dengan melakukan transfer dana melalui CMS (Cash Management System) ke rekening PPTK (Pengguna Anggaran) secara tidak sesuai dengan pengajuan. Terdapat kelebihan transfer ke beberapa PPTK, dan dana kelebihan tersebut diminta kembali oleh EI secara tunai. Sebaliknya, beberapa PPTK lain menerima transfer dana yang kurang dari pengajuan mereka, dengan alasan keterbatasan dana yang dapat dicairkan. Ironisnya, faktanya semua pengajuan PPTK telah dicairkan di BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah).
Kronologi Kasus Korupsi Uang Persandian
EI diduga melakukan praktik tersebut secara berulang pada setiap pengajuan GU. Bahkan, setelah masa pencairan uang persandian seharusnya berakhir, EI tetap melakukan transfer ke rekening PPTK. Akibatnya, uang persandian tidak dapat dipertanggungjawabkan pada akhir tahun anggaran. Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas telah menghitung kerugian negara akibat perbuatan EI mencapai Rp1 miliar.
Kepala Seksi Intel Kejari Kapuas, Lucky Kosasih Wiaya, menjelaskan bahwa EI tidak melakukan pembayaran UP (Uang Muka) atau GU sesuai alur yang berlaku. "EI melakukan transfer melalui CMS ke rekening PPTK tidak sesuai dengan pencairan yang diajukan oleh PPTK, melakukan melebihi transfer pencairan SPP-GU tersebut kepada beberapa PPTK," ujar Lucky dalam pers rilis di Aula Kejari Kapuas.
Lebih lanjut, Lucky menambahkan bahwa meskipun pengajuan dari PPTK sudah seluruhnya dicairkan di BPKAD, EI tetap melakukan transfer ke rekening PPTK, bahkan setelah masa pencairan seharusnya sudah berakhir. "Perbuatan ini dilakukan oleh tersangka EI secara terus menerus pada setiap pengajuan GU, hingga pada akhir GU 17 untuk menutup uang persandian yang seharusnya sudah tidak boleh di transfer kepada PPTK apabila tidak ada kegiatan atau kegiatan dibuat GU nihil. Namun oleh tersangka EI, tetap dilakukan transfer ke rekening PPTK, sehingga uang persandian tidak dapat di pertanggungjawabkan pada akhir tahun anggaran," jelasnya.
Pasal yang Dikenakan
Atas perbuatannya, EI disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) junto pasal 18 ayat (1) huruf b ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kasus ini menjadi peringatan penting bagi pengelolaan keuangan negara agar lebih transparan dan akuntabel.
Proses hukum terhadap EI akan terus berlanjut. Kejaksaan Negeri Kuala Kapuas berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan. Kasus ini juga diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi aparatur pemerintah lainnya agar selalu menjunjung tinggi integritas dan bertanggung jawab dalam mengelola keuangan negara.